get app
inews
Aa Text
Read Next : Idul Adha 1445 H, LAZiS Jateng Gelar Parade Qurban Serentak di 17 Titik

Bolehkah Berkurban untuk Orang yang Sudah Meninggal? Begini Penjelasannya

Jum'at, 01 Juli 2022 | 13:32 WIB
header img
Ilustrasi hewan kurban (Ist)

MENJELANG perayaan hari raya Idul Adha yang jatuh pada tanggal 9 Juli 2022, banyak pertanyaan terkait hukum berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia. Dalam Islam, sebenarnya semua hukum kurban sudah tercantum dalam Al Qur'an dan Hadist. Namun biar tidak salah kaprah, perlu penjelasan yang didasarkan pada dua sumber utama hukum Islam tersebut.

Hukum berkurban sendiri adalah sunnah muakkad. Tetapi bagi Rasulullah SAW, berkurban itu hukumnya wajib sebagaimana dijelaskan dalam riwayat Imam at-Tirmidzi:

أُمِرْتُ بِالنَّحْرِ وَهُوَ سُنَّةٌ لَكُمْ

Artinya: "Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk berkurban, dan hal itu merupakan sunnah bagi kalian." (HR. At-Tirmidzi)

Hukum sunnah dalam berkurban termasuk sunnah kifayah, artinya bisa terwakilkan apabila satu dari anggota keluarga telah berkurban. Apabila dilakukan oleh satu orang hukumnya adalah sunnah 'ain, sedang kesunnahan berkurban ini tentunya ditujukan kepada orang muslim yang merdeka, sudah baligh, berakal dan mampu.

Lalu apa hukum kurban untuk orang yang sudah meninggal dunia? Dilansir dari NU Online, biasanya hal ini dilakukan oleh anggota keluarga yang ingin bersedekah pahala karena orang yang sudah meninggal itu selama hidupnya belum pernah berkurban.

Imam Muhyiddin Syarf an-Nawawi dalam Kitab Minhaj ath-Thalibin dengan tegas menyatakan tidak ada kurban untuk orang yang telah meniggal dunia kecuali semasa hidupnya pernah berwasiat.

وَلَا تَضْحِيَةَ عَنْ الْغَيْرِ بِغَيْرِ إذْنِهِ وَلَا عَنْ مَيِّتٍ إنْ لَمْ يُوصِ بِهَا

Artinya: "Tidak sah berkurban untuk orang lain (yang masih hidup) dengan tanpa seijinnya, dan tidak juga untuk orang yang telah meninggal dunia apabila ia tidak berwasiat untuk dikurbani." (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, Minhaj ath-Thalibin, Bairut-Dar al-Fikr, cet ke-1, 1425 H/2005 M, h. 321)

Namun ada pandangan lain yang menyatakan kebolehan berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia sebagaimana dikemukakan Abu al-Hasan al-Abbadi. Alasannya adalah berkurban termasuk sedekah, sedangkan bersedekah untuk orang yang telah meninggal dunia adalah sah dan bisa memberikan kebaikan kepadanya.

لَوْ ضَحَّى عَنْ غَيْرِهِ بِغَيْرِإذْنِهِ لَمْ يَقَعْ عَنْهُ (وَأَمَّا) التَّضْحِيَةُ عَنْ الْمَيِّتِ فَقَدْ أَطْلَقَ أَبُوالْحَسَنِ الْعَبَّادِيُّ جَوَازَهَا لِأَنَّهَا ضَرْبٌ مِنْ الصَّدَقَةِ وَالصَّدَقَةُ تَصِحُّ عَنْ الْمَيِّتِ وَتَنْفَعُ هُوَتَصِلُ إلَيْهِ بِالْإِجْمَاعِ

Artinya: "Seandainya seseorang berkurban untuk orang lain tanpa seizinnya maka tidak bisa. Adapun berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia maka Abu al-Hasan al-Abbadi memperbolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah, sedang sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sah, bermanfaat untuknya, dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana ketetapan ijma para ulama." (Lihat Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 8, h. 406)

Di kalangan Mazhab Syafi'i sendiri, pandangan yang pertama dianggap sebagai pandangan yang lebih sahih dan dianut mayoritas ulama Syafi'iyah. Kendati pandangan yang kedua tidak menjadi pandangan mayoritas ulama mazhab Syafi'i, namun pandangan kedua didukung oleh Mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali.

Hal ini sebagaimana diketengahkan dalam Kitab al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah.

إِذَا أَوْصَى الْمَيِّتُ بِالتَّضْحِيَةِ عَنْهُ، أَوْ وَقَفَ وَقْفًا لِذَلِكَ جَازَ بِالاِتِّفَاقِ. فَإِنْ كَانَتْ وَاجِبَةً بِالنَّذْرِ وَغَيْرِهِ وَجَبَ عَلَى الْوَارِثِ إِنْفَاذُ ذَلِكَ. أَمَّا إِذَا لَمْ يُوصِ بِهَافَأَرَادَ الْوَارِثُ أَوْ غَيْرُهُ أَنْ يُضَحِّيَ عَنْهُ مِنْ مَال نَفْسِهِ، فَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ إِلَى جَوَازِ التَّضْحِيَةِ عَنْهُ، إِلاَّ أَنَّ الْمَالِكِيَّةَ أَجَازُوا ذَلِكَ مَعَ الْكَرَاهَةِ. وَإِنَّمَا أَجَازُوهُ لِأَنَّ الْمَوْتَ لاَ يَمْنَعُ التَّقَرُّبَ عَنِ الْمَيِّتِ كَمَا فِي الصَّدَقَةِ وَالْحَجِّ

Artinya:

"Adapun jika (orang yang telah meninggal dunia) belum pernah berwasiat untuk dikurbani kemudian ahli waris atau orang lain mengurbani orang yang telah meninggal dunia tersebut dari hartanya sendiri maka mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali membolehkannya. Hanya saja menurut Mazhab Maliki boleh tetapi makruh. Alasan mereka adalah karena kematian tidak bisa menghalangi orang yang meninggal dunia untuk ber-taqarrub kepada Allah sebagaimana dalam sedekah dan ibadah haji." (Lihat Wizarah al-Awqaf wa asy-Syu`un al-Islamiyyah-Kuwait, Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwatiyyah, Bairut-Dar as-Salasil, juz, 5, h. 106-107)

Memang terdapat perbedaan pandangan tentang hukum berkurban untuk orang yang sudah meninggal. Namun sebenarnya berkurban untuk orang yang sudah meninggal itu tidak salah. Namun, sebaiknya berkurbanlah untuk diri sendiri terlebih dahulu meskipun sudah lebih dari satu kali.

Editor : Sulhanudin Attar

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut