SEMARANG, iNewsSemarang.id – Data kemiskinan ekstrem di Semarang membingungkan. Pasalnya, ditemukan perbedaan data kemiskinan versi Badan Pusat Statistik (BPS) maupun Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Kepala Dinsos Kota Semarang Heroe Soekendar menyebutkan data dari BPS menyatakan kemiskinan ekstrem di Kota Semarang sebanyak 0,04 persen atau sekitar 6.800 kepala keluarga. Sedangkan data dari BKKBN, kata dia, mencatat ada 21 ribu kepala keluarga yang masuk dalam kategori kemiskinan ekstrim sehingga perbedaan data tersebut perlu divalidasi di lapangan.
Hal tersebut disampaikannya usai rapat persiapan forum konsultasi publik (FKP) registrasi sosial ekonomi (regsosek) yang digelar BPS dan Pemerintah Kota Semarang untuk menyiapkan data terbaru tingkat kemiskinan di wilayah tersebut pada Kamis (27/4/2023) di Semarang.
"Adanya perbedaan data sebenarnya menyulitkan. Ada beberapa data yang harus diverifikasi lagi. Dari beberapa tempat yang sudah kami lakukan 'sampling' ternyata tidak sebanyak itu yang kami temukan," katanya.
Ia mencontohkan pengecekan acak untuk tingkat kemiskinan ekstrim dilakukan Dinsos Kota Semarang di beberapa Kecamatan, seperti Mijen, Ngaliyan, Gunungpati, dan Semarang Barat.
Diakui Heroe, kemiskinan ekstrim di Kota Semarang memang ada, tetapi jumlahnya dimungkinkan tidak sebanyak data yang ada, diperkuat dengan hasil pengecekan acak di beberapa kecamatan.
Di beberapa kecamatan, kata dia, ada warga yang masuk data kemiskinan ekstrim ternyata sudah bekerja atau memiliki usaha dengan rata-rata pengeluaran mereka sekitar Rp30.000-50.000 per hari.
Artinya, kata dia, mereka tidak layak masuk dalam kategori kemiskinan ekstrim karena pengeluaran harian mereka sudah lebih dari Rp10.000.
"Mereka sudah punya pekerjaan. Ada yang jadi sekuriti, usaha 'laundry', penjahit, dan lain-lain. Mereka tidak layak dikatakan kemiskinan ekstrim. Pengeluarannya (harian, red.) juga lebih dari Rp10.000," katanya.
Kemiskinan ekstrim, kata dia, justru banyak dialami oleh kalangan lansia yang mayoritas sudah tidak berdaya dan lebih banyak bergantung pada orang lain sehingga menjadi perhatian ekstra dari Dinsos Kota Semarang.
"Nanti, kami juga berupaya lebih menyosialisasikan Semarang berbagi. Kalau semua bergerak, saya yakin kemiskinan tertuntaskan. Apalagi, pusat menargetkan 2024 harus 'zero'," katanya.
Editor : Sulhanudin Attar