PADA zaman dahulu, Airlangga memerintah di Kerajaan Kahuripan dan mendapat serangan dari sebuah kerajaan kecil di Tulungagung.
Serangan tersebut menyebabkan ibu kota kerajaan menjadi kacau setelah Airlangga berhasil menaklukkan tiga orang raja.
Serangan ini mengganggu upaya Airlangga untuk melakukan ekspansi wilayah kekuasaan Kerajaan Kahuripan, sambil juga mengembalikan kekuasaan Dinasti Isyana di Pulau Jawa. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1032.
Pada saat itu, putri Raja Panuda dari Tulungagung melancarkan serangan besar ke ibu kota Kerajaan Kahuripan sebagai tindakan balas dendam atas kematian ayahnya.
Serangan itu menghancurkan istana di Watan Mas. Bersama dengan Mapanji Tumanggala dan pejabat kerajaan lainnya, Airlangga meninggalkan Kotapraja Watan Mas dan melarikan diri ke Desa Patakan.
Di sana, mereka mengumpulkan kembali kekuatan mereka dan pada tahun yang sama, Airlangga berhasil menaklukkan putri Raja Panuda.
Setelah itu, Airlangga membangun ibu kota baru di Kahuripan yang kemudian lebih dikenal sebagai nama kerajaan daripada Watan Mas, Watan, atau Medang.
Dengan bantuan Mpu Narotama, Airlangga berhasil membalas dendam atas kematian mertuanya dan pamannya, yaitu Dharmawangsa Terguh, yang tewas dalam serangan dari Haji Wurawari dari Lwaram.
Setelah Wurawari meninggal, Airlangga mengatasi pemberontakan Raja Wijayawarma dari Wengker pada tahun 1035.
Sejak tahun 1035, Airlangga berhasil memperluas wilayah kekuasaan Kahuripan (Sidoarjo) dari Pasuruhan di sebelah timur hingga Madiun di sebelah barat.
Wilayah kekuasaannya juga mencapai pantai utara Jawa, termasuk Surabaya dan Tuban. Kelak, Tuban menjadi pusat perdagangan yang mendukung kehidupan ekonomi di Kahuripan.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta