JAKARTA, iNews.id - Setelah namanya mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR-RI dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, pekan lalu. Tan Paulin, pengusaha batu bara asal Kalimantan, berupaya untuk menempuh jalur hukum.
Dia mengancam akan menuntut anggota Komisi VII DPR yang menudingnya sebagai pelaku bisnis yang melanggar aturan. Dia juga membantah dan menolak dijuluki sebagai Ratu Batu Bara.
Tan Paulin melalui kuasa hukumnya, Yudistira, mengatakan perusahaannya telah menjalankan usaha perdagangan batu bara secara benar, sesuai dengan semua aturan yang digariskan pemerintah.
Untuk itu, Tan Paulin akan menuntut anggota Komisi VII DPR yang telah melakukan pencemaran nama baik dengan memojokan dan menuduhnya tanpa fakta.
“Semua tuduhan miring kepada klien kami Ibu Tan Paulin adalah tidak benar. Sama sekali tidak benar dan tidak sesuai dengan fakta-fakta hukum yang sebenar-benarnya,” kata Yudistira Kuasa Hukum Tan Paulin kepada wartawan di Jakarta, Senin (17/1/2022).
Yudistira membantah pandangan yang mengatakan usaha yang dijalankan oleh kliennya telah merusak infrastruktur dan prasarana ekspor di sekitar areal pertambangan di Kalimantan Timur.
Dalam RDP antara Komisi VII DPR-RI dengan Menteri ESDM, Muhammad Nasir menyebut sosok Tan Paulin sebagai Ratu Batu Bara yang menjalankan bisnisnya secara curang dan tidak benar dan perlu ditindak tegas.
Kuasa Hukum Tan Paulin, Yudistira, mengaku telah berkonsultasi dengan beberapa pakar hukum ihwal pernyataan Nasir tersebut, yang kemudian menjelaskan bahwa pernyataan-pernyataan tersebut secara hukum tidak dapat dibenarkan.
“Justru, pernyataan-pernyataan saudara Muhammad Nasir dapat dikategorikan sebagai adanya dugaan tindak pidana, yakni pencemaran nama baik dan karena itu diduga telah melanggar Pasal 310 KUHP, atau dapat juga dikategorikan sebagai adanya dugaan fitnah karena diduga telah melanggar Pasal 311 KUHP,” ungkap Yudistira.
Menurut dia, pakar Hukum Pidana Universitas Airlangga Surabaya, Nur Basuki Minarno menjelaskan bahwa Muhammad Nasir tidak dapat berlindung di belakang hak imunitas yang dimiliki oleh para anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
"Apakah benar bahwa anggota DPR mendapatkan hak imunitas karena pernyataannya tersebut disampaikan dalam forum RDP? Harus dicatat bahwa hak imunitas diberikan kepada anggota DPR jika memenuhi dua hal yaitu forum dan substansi. Benar pernyataan tersebut diberikan dalam ruang rapat resmi DPR, namun tidak memenuhi syarat substansinya," kata Yudistira.
Salah satu pernyataan Muhammad Nasir yang cukup tajam, menurut Yudistira, adalah dengan mengatakan Tan Paulin sebagai Ratu Batu bara yang kerap mengambil hasil tambang batu bara dan tidak melaporkannya kepada pemerintah. Kalimat inilah yang dinilai dapat dikategorikan sebagai pernyataan yang diduga telah mencemarkan nama baik kliennya, Tan Paulin.
Bahkan, Nasir juga patut diduga melakukan tindak pidana penghinaan terhadap Tan Paulin. Alasannya, Nasir mengeluarkan pernyataan di depan umum. Yudistira memandang, pasal 315 KUHP, penghinaan di tempat umum, termasuk pernyataan dalam bentuk maki-makian, sudah patut diduga sebagai pelanggaran pidana.
"Tak hanya itu, penggunaan kata-kata “mencuri” seperti yang dilontarkan Muhammad Nasir di forum RDP, bagaimanapun tidak dapat dibenarkan. “Ingat, belum ada putusan sidang yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht, yang menyatakan bahwa klien saya mencuri. Hati-hati, ini bisa kena pasal 315 KUHP,” tutur Yudistira.
Menurut dia, semua tuduhan yang digencarkan Muhammad Nasir tersebut sangat tidak berdasar. “Kami merasa telah diserang dengan tuduhan-tuduhan yang kejam, tidak berdasar dan sangat mencoreng nama baik klien kami sebagai pengusaha batubara. Bayangkan, klien kami disebut telah menjual batubara curian ke luar negeri. Ini adalah tuduhan keji yang tidak benar dan sangat tidak berdasar,” ujar Yudistira.
Dia juga mengatakan, kliennya merasa sangat dirugikan dengan pemberitaan media terkait tudingan tersebut. “Fakta hukum yang sebenarnya adalah klien kami merupakan Pengusaha yang membeli batubara dari tambang-tambang pemegang IUP-OP resmi, dan semua batubara yang klien kami perdagangkan sudah melalui proses verifikasi kebenaran asal usul barang dan pajak yang sudah dituangkan di LHV (Laporan Hasil Verifikasi) dari surveyor yang ditunjuk,” ungkap Yudistira.
Dia menjelaskan, Tan Paulin melakukan perdagangan batu bara dengan benar dan didasari oleh Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus Pengangkutan dan Penjualan Nomor 94/1/IUP/PMDN/2018 yang terdaftar di Minerba One Data Indonesia.
“Kegiatan penjualan batu bara yang dilakukan oleh klien kami sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Perdagangan batu bara dilakukan dengan mengantongi dokumen resmi,” kata Yudistira.
Dia menambahkan, batu bara yang dijual oleh Tan Paulin ke luar negeri sudah melalui tahapan dan proses yang sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
“Dokumen resmi dari IUP-OP yang memproduksi batubara sesuai dengan kuota dari RKAB tahun berjalan sudah dikantongi, royalti fee kepada negara juga sudah dibayarkan. Semua sudah sesuai aturan. Kami bukan maling. Kami menjalankan usaha secara benar dan transparan,” ujar Yudistira.
Editor : Agus Riyadi