SEMARANG, iNewsSemarang.id - Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Tengah (Jateng) akan menerjunkan Tim Pengawas untuk memantau jalannya sidang banding yang diajukan oleh terdakwa kasus pemalsuan merek sarung Gajah Duduk, Mohammad Khanif.
Hal ini dilakukan PT Jateng agar nantinya tidak ada permainan yang dilakukan oleh oknum Hakim maupun Panitera yang menyidangkan perkara tersebut.
Humas Pengadilan Tinggi Jawa Tengah, Bambang Sunarto Utoyo menyampaikan, PT Jateng akan bekerja secara profesional dalam menangani perkara di Pengadilan Negeri maupun di Pengadilan Tinggi. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk memberikan rasa keadilan bagi masyarakat yang mencari keadilan atas perkara yang dialaminya.
Bambang Sunarto Utoyo juga menegaskan, dalam proses sidang di Pengadilan Tinggi Jawa Tengah tidak ada intervensi pihak manapun. Menurutnya, proses tersebut akan berjalan sesuai mekanisme yang berlaku.
"Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Tengah menelaah hasil pengajuan banding terdakwa. Terkait intervensi, Pengadilan Tinggi Jawa Tengah menjamin tidak ada intervensi hakim," kata Bambang Sunarto Utoyo kepada Wartawan di kantornya, Senin (14/8/2023).
Ia mengungkapkan, para pihak baik yang mengajukan banding atau pihak jaksa penuntut, masing-masing dapat mengajukan permohonan pendampingan Komisi Yudisial perihal pengawasan.
"Kami di Pengadilan Tinggi Jawa Tengah pun, ada badan pengawas (bawas) internal kami tentu berjalan secara profesional tanpa ada intervensi," jelas Bambang Sunarto Utoyo.
Sementara itu, Suryono Pane, Kuasa Hukum Mohammad Khanif terdakwa dalam kasus tersebut langsung menyatakan banding atas putusan Majelis Hakim PN Pekalongan.
Ia menyampaikan, dalam sidang agenda pembacaan amar putusan atas kasus pemalsuan merek sarung Gajah Duduk pada PT Pisma Abadi Jaya (PAJ) yang digelar pada Jumat 7 Juli 2023, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekalongan menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan kurungan terhadap Mohammad Khanif yang juga menjabat Direktur PT PAJ.
Dia mengungkapkan bahwa pihaknya telah mendengar kabar mengenai putusan ini satu minggu sebelumnya, yang membuatnya yakin bahwa ada upaya persekongkolan jahat untuk membuat kliennya kalah dalam persidangan.
Pane menyoroti beberapa pertimbangan di persidangan yang menurutnya "sesat", khususnya terkait kepemilikan merek tersebut.
Meskipun dalam fakta hukum dan dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim menyatakan PT Pisma Abadi Jaya sebagai pemilik sah dan pemilik hak atas merk gajah duduk tetap divonis bersalah.
Dengan alasan belum terbit sertifikat peralihan hak dari menkumham RI, padahal tidak ada aturan atau regulasi yang menyatakan jual beli merk sah setelah ada pencatatan.
Dengan tekad kuat, kuasa hukum Mohammad Khanif menyatakan niat untuk mengajukan banding atas putusan tersebut. Pane berharap agar kliennya mendapatkan keadilan yang seharusnya.
Ia menegaskan bahwa upaya permainan di tingkat berikutnya harus dihindari agar kebenaran bisa terungkap.
"Saya berharap tidak ada 'titipan' atau permainan di Pengadilan Tinggi Jateng yang menyidangkan materi banding dari kami," tambah Pane.
Pane juga mendapat kabar bahwa ada upaya dari PN pekalongan meminta Pengadilan Tinggi untuk menguatkan putusan dan harapannya kabar tersebut tidak benar.
"Kami sudah melaporkan ketua dan majelis hakim PN pekalongan yang memeriksa perkara ini ke bawas mahkamah Agung dan Komisi yudisial RI. Kami yakin persekongkolan jahat dalam perkara ini cepat atau lambat pasti terbongkar," ungkap Pane.
Pane menginginkan Hakim Pengadilan Tinggi harus memeriksa ulang secara utuh atas fakta dan pertimbangan hukum putusan PN pekalongan yang dinilai bar bar melampaui batas kewenangannya.
"Sudah menyatakan pt pisma abadi jaya sebagai pemilik sah dan pemilik hak atas merk gajah duduk tapi karena peralihannya belum tercatat dianggap belum sah, khan ngawur," kata Pane.
Lebih lanjut, Pane memaparkan sebenarnya beberapa ketidakwajaran sudah dirasakan sejak proses penyidikan hingga pelimpahan berkas perkara ke Pengadilan Negeri.
Dia menyoroti bahwa proses penyidikan dari Polresta Pekalongan diduga telah melanggar KUHAP dengan berbagai aspek yang mengejutkan. Selain Penyidik tidak memberikan SPDP, proses penyidikan sampai limpah ke pengadilan cepat kilat tidak sampe 15 jam sejak terdakwa diperiksa sebagai tersangka sampe limpah ke pengadilan. Yang lebih konyol lagi terdakwa belum disidang hakim sudah mengeluarkan perpanjangan penahanan
Pelapor kasus, kata Pane, bukanlah Direktur Utama yang menjadi korban, tetapi Marketing yang tidak memiliki surat kuasa untuk melapor.
"Hal ini telah menyebabkan terjadinya kesalahan identitas terkait dengan tersangka yang sebenarnya," pungkas Pane.
Editor : Maulana Salman