JAKARTA, iNewsSemarang.id - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan memasang tarif penggunaan air. Pasalnya, sektor air memiliki nilai yang potensial untuk dijadikan ladang investasi dari para pelaku usaha.
Juru Bicara Kementerian PUPR Endra S. Atmawidjaja mengatakan, investasi swasta di sektor air saat ini memang dibutuhkan untuk mempercepat penyediaan dan penyaluran air yang merata ke seluruh masyarakat di Indonesia. Sebab menurutnya, saat ini baru sekitar 30 persen masyarakat yang memiliki akses terhadap air perpipaan.
Dia menjelaskan skema investasi yang akan disiapkan oleh pemerintah terhadap para pelaku usaha di sektor air sebetulnya tidak jauh berbeda dengan skema investasi di jalan tol yang ada saat ini.
Pertama, pemerintah akan menyediakan terlebih dahulu waduk maupun bendungan sebagai wadah penampungan air, kemudian air yang tertampung akan disalurkan ke rumah-rumah melalui investasi yang dilakukan oleh sektor swasta. Lalu, tarif akan dikenakan bagi masyarakat yang menggunakan air, sebagai imbal hasil dari investasi yang dilakukan.
"Swasta melihat air ini menjadi sebuah peluang untuk ambil bagian, disitu ada revenue yang menarik untuk investasi, ini sama seperti jalan tol," ujarnya dalam konferensi pers World Water Forum ke-10 di Bali secara virtual, Kamis (23/5/2024).
Endra menilai hal itu akan membantu beban pemerintah untuk membangun infrastruktur perpipaan untuk mengantarkan air dari wadah penampungan ke rumah-rumah, sebab sudah dilakukan oleh para pelaku usaha.
Sehingga menurutnya, pemerintah bisa lebih menggunakan anggarannya untuk membangun infrastruktur-infrastruktur di wilayah-wilayah lain. Paling tidak di wilayah-wilayah yang tidak potensial untuk dijadikan ladang investasi karena pertimbangan daya beli dan konsumsi masyarakat setempat."Sehingga kita bisa (membangun) lebih ke daerah yang tidak menarik bagi investor," ujar dia.
Investasi di sektor air utamanya akan ditawarkan kepada para pelaku usaha untuk di kota-kota besar yang sudah memiliki bendungan atau waduk. Misalnya seperti Jakarta, Semarang Barat, Lampung, dan beberapa kota-kota lainnya yang tengah disiapkan oleh pemerintah.
"Jadi kota-kota besar yang secara agregat ATP/WTP (kemampuan membayar/kesediaan membayar) tinggi itu secara natural akan menarik investor," ucap Endra.
"Investor pasti sudah melihat dari sisi keekonomian dan aspek finansial secara lengkap, sehingga tertarik untuk mengambil bagian dalam penyediaan air minum," katanya.
Pada kesempatan yang berbeda, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengungkapkan bahwa ke depannya pengambilan air tanah akan dilarang oleh pemerintah. Hal itu guna mempertimbangkan aspek penurunan muka tanah ketika penyedotan air tanah masif dilakukan.
Pemenuhan air sebagai kebutuhkan pokok manusia, akan dihantarkan dari waduk penampungan air melalui Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).
Targetnya, pelarangan pengambilan air tanah akan mulai diterapkan lebih dahulu di Jakarta sebagai kota padat penduduk pada tahun 2030 mendatang.
"Kalau semua proyek SPAM ini sudah bisa kita selesaikan sesuai timeline dan bisa mensupply rakyat DKI Jakarta, maka pada tahun 2030, Pemerintah bisa menyampaikan kepada rakyat untuk stop pakai air tanah," kata Menteri Basuki (21/2/2023).
Editor : Ahmad Antoni