MAKKAH, iNewsSemarang.id – Kisah mengharukan datang dari Putrie Aura Hermawan, jemaah haji tunanetra asal Binjai, Sumatera Utara. Dia tergabung dalam Kloter KNO-17.
Usianya baru 21 tahun, namun prestasinya di bidang Musabaqoh Tilawatil Qur'an (MTQ) tak main-main. Ditemui di sela-sela aktivitasnya beribadah haji di Syisyah, Makkah, Aura yang merupakan qoriah nasional dan penghafal Al-Qur’an ini mengaku senang terpilih menjadi tamu Allah.
Orang tua mendaftarkan haji dirinya saat dia berusia 8 tahun. Seharusnya Aura berangkat haji pada tahun 2021, namun karena pandemi Covid-19 rencana tersebut mundur.
Mahasiswi Pendidikan Luar Biasa Universitas Negeri Padang itu pergi haji bersama ibunya, Elis Hasfriyani (49). Sedangkan ayahnya, Dodi Hermawan meninggal dunia pada tahun 2020 lalu karena gagal ginjal.
"Perasaan saya masyaallah, senang sekali karena bisa berangkat bareng mama. Walaupun juga sebenarnya sedih karena seharusnya berangkat bertiga bareng papa, tapi qodarullah papa sudah meninggal, jadi tinggal berdua sama mama," ungkap Aura.
"Cuma qodarullah pastinya senang karena Baitullah itu adalah impian setiap umat Islam di dunia untuk bisa berangkat haji. Pastinya senang terharu," tuturnya.
Di tengah keterbatasannya, gadis kelahiran Medan, 30 Maret 2003 itu tetap semangat menghafal Al-Qur’an. Saat ini Aura sudah hafal 10 juz. Dia berharap bisa terus menghafal hingga 30 juz agar bisa memberikan 'mahkota' kepada orang tuanya di akhirat nanti.
Aura lahir pada 30 Maret 2003 dalam kondisi prematur di usia 6 bulan dan dirawat di inkubator selama 39 hari. Setelah membaik, dokter mengizinkan orang tua Aura untuk membawanya pulang. Namun, saat usianya 6 bulan, ada hal yang tak biasa yang terjadi pada Aura kecil itu.
Menurut Elis, saat itu pengasuh Aura menyebut Aura tidak merespons mainan yang diberikan. "Saya bawa ke rumah sakit katanya harus dioperasi matanya katarak. Saya bawa juga ke Penang di sana dibilang syaraf matanya putus, jadi nggak bisa diapa-apain. Papanya bilang mau ganti mata tapi nggak bisa," ujar Elis sambil meneteskan air mata.
Elis dan suami tak patah arang. Mereka terus mencoba berbagai pengobatan agar anak semata wayangnya sembuh. Selama tiga tahun mereka mencari pengobatan, bahkan hingga ke Singapura.
"Sama ayahnya (Aura) dibawa ke rumah sakit di Singapura sama dokternya bilang syaraf matanya putus, nggak bisa diapa-apain," katanya. Elis yang masih diselimuti kesedihan kala itu keluar ruang dokter dengan langkah lunglai. Sesaat kemudian dia melihat ada anak kecil yang dirawat dengan kondisi tunanetra dan terbaring di kasur roda.
"Begitu saya keluar dari ruang dokter saya lihat ada anak tunanetra. Dia sininya (leher) dibolongi, terbaring di kasur roda, pakai infus. Di situ saya langsung merasa bersyukur anak saya meski tunanetra masih bisa lari-lari. Sesusahnya saya masih ada yang lebih susah, di situ papanya dan saya bisa menerima keadaan anak saya," katanya.
Peristiwa itu merupakan titik balik Elis dan suaminya. Mereka bertekad untuk membesarkan Aura dengan baik. "Saya membesarkan aura seperti orang tua lainnya," ujarnya.
Meski kadang ada saja pandangan negatif orang ke Aura, tetapi Elis tak ambil pusing. "Tantangannya itu kadang-kadang saya pergi ke mal, pandangan orang-orang ke Aura itu gimana. Tapi saya bilang kalau mereka bisa saya juga bisa (mendidik Aura)," ungkap Elis.
Aura kecil tumbuh menjadi anak yang ceria dan pintar. Dia mudah sekali menghapal sesuatu yang didengarnya. Termasuk ayat-ayat suci Al-Qur’an dan selawat Nabi yang kerap diperdengarkan ke Aura. Seiring berjalannya waktu, Aura ternyata sangat menyukai Al-Qur’an. Saat usianya tiga tahun dia sudah bisa menghafal surat-surat pendek.
Aura suka menghafal sejak usia 3 tahun. Aura memang tunanetra dan pengen dekat Al-Qur’an," katanya. Di usia 5 tahun, dia mulai belajar tilawah dengan seorang guru. Metode belajarnya pun mendengarkan rekaman.
Lalu pada umur 8 tahun Aura mulai belajar membaca Al-Qur’an braile. "Setelah selesai Al-Qur’an braile, Aura minta (belajar) tilawah sama mama. Cuma mama bingung cari guru tilawah sampai akhirnya umur 10 tahun ketemu gurunya," ucapnya.
Gadis yang bercita-cita ingin menjadi guru dan penghafal Al-Qur’an itu lalu mencoba untuk mengikuti berbagai lomba MTQ. Sejumlah prestasi pun diraihnya. "Tahun 2014 juara 3 MTQ tingkat Provinsi Sumut, 2015 juara 3 di provinsi, 2017 ikut juara tingkat provinsi, lalu dikirim ke tingkat nasional masuk 13 besar.
Itu cabang cacat netra," katanya. Tahun 2016, dia pernah juara MTQ Nasional di kalangan disabilitas kategori SMP dan SMA di ajang Festival Lomba Senin Siswa Nasional yang digelar Dinas Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud. "Tahun 2021 juga juara 1 nasional yang mengadakan swasta lembaga Sam'an Al-Qur’an golongan 1-5 juz," katanya.
Saat ini, Aura tengah mengikuti kelas penghafal Al-Qur’an dan berharap suatu hari nanti bisa menghafal 30 juz Al-Qur’an. Dia menggunakan aplikasi Khatam di HP-nya. Sehari dia menghafal 3-6 halaman. "Targetnya sekarang 6 halaman sehari. Diulang sampai 5 kali, tapi biasanya sebelum 5 kali Aura sudah hafal," ujarnya.
Editor : Ahmad Antoni