get app
inews
Aa Text
Read Next : Sejarah Dugderan di Semarang: Tradisi Perpaduan Budaya Jawa, Tionghoa dan Arab jelang Ramadhan

Dugderan: Tradisi Unik dan Bersejarah Khas Kota Semarang Penanda Datangnya Bulan Ramadhan

Rabu, 26 Februari 2025 | 14:11 WIB
header img
Dugderan. Foto: Dok

SEMARANG, iNewsSemarang.id - Dugderan merupakan tradisi khas Kota Semarang sebagai penanda datang nya bulan Ramadhan. Tradisi Dugderan ini menjadi warisan budaya yang dirayakan setiap tahun menjelang Ramadhan yang telah berlangsung lebih dari satu abad

Dosen senior Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik, Universitas Negeri Semarang (UNNES) Mukhamad Shokheh, Ph.D., menuturkan bahwa Dugderan merupakan tradisi khas Kota Semarang yang mencerminkan perpaduan budaya dan agama dalam masyarakat.

Setiap daerah memiliki cara unik dalam menyambut datangnya bulan Ramadan. Di beberapa daerah seperti Magelang dan Temanggung, masyarakat menjalankan tradisi Adusan atau Padusan, yaitu mandi di sumber air atau tempat pemandian sebagai simbol penyucian diri sebelum memasuki bulan suci. Sementara, di Kota Semarang sendiri, masyarakat memiliki tradisi yang namanya Dugderan, sebuah tradisi yang khas dan tidak ditemukan di daerah lain.

“Tradisi ini menjadi bagian dari identitas budaya Semarang dalam menyambut Ramadan,” ungkap Mukhamad Shokheh.

Sejarah Dugderan dapat ditelusuri hingga tahun 1881 pada masa kepemimpinan Bupati Semarang, Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat. Saat itu, masyarakat belum memiliki sistem komunikasi yang efektif untuk mengetahui awal Ramadan. Sebagai solusi, sang Bupati menciptakan inovasi berupa pengumuman resmi yang ditandai dengan bunyi bedug ("Dug") sebanyak 17 kali dan dentuman meriam ("Der") sebanyak 7 kali. Dari sinilah istilah "Dugderan" berasal.

Seiring perkembangan zaman, Dugderan mengalami transformasi. Jika pada masa lalu, meriam digunakan sebagai bagian dari prosesi, kini perayaan berkembang dengan aktivitas yang lebih beragam yang mengandung unsur budaya dan ekonomi. Masyarakat Semarang tetap melestarikan tradisi ini dengan berbagai kegiatan, termasuk pawai budaya, serta pasar rakyat yang menjajakan berbagai kerajinan, permainan tradisional, dan kebutuhan Ramadan. 

Salah satu ikon Dugderan yang terkenal adalah Warak Ngendog, simbol akulturasi budaya yang merepresentasikan harmoni masyarakat Semarang. “Dugderan bukan sekadar penanda datangnya Ramadan, tetapi juga menjadi ajang bagi masyarakat untuk merayakan dan menggerakkan perekonomian,” terang Shokheh.

Lebih dari sekadar perayaan, Dugderan kini menjadi bagian dari identitas Kota Semarang. Selain melestarikan sejarah, tradisi ini juga berdampak pada ekonomi rakyat dengan menghadirkan peluang usaha bagi pedagang kecil. “Tradisi ini menunjukkan bagaimana budaya dan agama saling mempengaruhi dan membentuk dinamika masyarakat,” ujarnya.

Yang terpenting, Dugderan mencerminkan suka cita masyarakat Kota Semarang dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadan.

Editor : Maulana Salman

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut