iNewsSemarang.id - Allah SWT menciptakan manusia dengan dua tugas utama, yaitu sebagai Abdullah (hamba Allah) dan Khalifatullah fil ardh (wakil Allah di muka bumi).
Tulisan berikut ini adalah pembahasan salah satu tugas utama tersebut, yakni tugas utama manusia sebagai Abdullah.
Karakteristik yang melekat adalah kewajiban bertauhid, beriman, bertaqwa, beribadah, taat, patuh, tunduk, tawadhu', tadharru' kepada Allah SWT.
Dialah satu-satunya dzat yang hanya kepada-Nya manusia menyembah dan tidak boleh menyekutukan-Nya.
Al-Qur'an surah Aż-Żāriyāt/51 ayat 56
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
Artinya: Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.
Tafsir Tahlili
(56) Ayat ini menegaskan bahwa Allah SWT tidaklah menjadikan jin dan manusia melainkan untuk mengenal-Nya dan agar menyembah-Nya. Dalam kaitan ini Allah swt berfirman:
وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوْٓا اِلٰهًا وَّاحِدًاۚ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۗ سُبْحٰنَهٗ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ ٣١
Artinya: Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada tuhan selain Dia. Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan. (at-Taubah/9: 31)
Pendapat tersebut sama dengan pendapat az-Zajjāj, tetapi ahli tafsir yang lain berpendapat bahwa maksud ayat tersebut ialah bahwa Allah tidak menjadikan jin dan manusia kecuali untuk tunduk kepada-Nya dan untuk merendahkan diri.
Maka setiap makhluk, baik jin atau manusia wajib tunduk kepada peraturan Tuhan, merendahkan diri terhadap kehendak-Nya. Menerima apa yang Ditakdirkan, mereka dijadikan atas kehendak-Nya dan diberi rezeki sesuai dengan apa yang telah Dia tentukan.
Tak seorang pun yang dapat memberikan manfaat atau mendatangkan mudharat karena kesemuanya adalah dengan kehendak Allah.
Ayat tersebut menguatkan perintah mengingat Allah swt dan memerintahkan manusia agar melakukan ibadah kepada Allah swt.
Al-Qur'an surah Al-Bayyinah/98 ayat 5
وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ
Artinya: Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).
Tafsir Tahlili
(5) Karena adanya perpecahan di kalangan mereka, maka pada ayat ini dengan nada mencerca, Allah menegaskan bahwa mereka tidak diperintahkan kecuali untuk menyembah-Nya.
Perintah yang ditujukan kepada mereka adalah untuk kebaikan dunia dan agama mereka, dan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Mereka juga diperintahkan untuk mengikhlaskan diri lahir dan batin dalam beribadah kepada Allah dan membersihkan amal perbuatan dari syirik sebagaimana agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim, yang menjauhkan dirinya dari kekufuran kaumnya kepada agama tauhid dengan mengikhlaskan ibadah kepada Allah.
Ikhlas adalah salah satu dari dua syarat diterimanya amal, dan itu merupakan pekerjaan hati. Sedang yang kedua adalah mengikuti sunnah Rasulullah.
Allah berfirman:
ثُمَّ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ اَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ اِبْرٰهِيْمَ حَنِيْفًا
Artinya: Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrahim yang lurus.” (an-Nahl/16: 123);
Firman-Nya yang lain:
مَاكَانَ اِبْرٰهِيْمُ يَهُوْدِيًّا وَّلَا نَصْرَانِيًّا وَّلٰكِنْ كَانَ حَنِيْفًا مُّسْلِمًا
Artinya: Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang lurus dan muslim. (Ali ‘Imran/3: 67)
Mendirikan shalat dalam ayat ini maksudnya adalah mengerjakannya terus-menerus setiap waktu dengan memusatkan jiwa kepada kebesaran Allah, untuk membiasakan diri tunduk kepada-Nya.
Sedangkan yang dimaksud dengan mengeluarkan zakat yaitu membagi-bagikannya kepada yang berhak menerimanya sebagaimana yang telah ditentukan oleh Al-Qur'anul Karim.
Keterangan ayat di atas tentang keikhlasan beribadah, menjauhkan diri dari syirik, mendirikan shalat, dan mengeluarkan zakat, adalah maksud dari agama yang lurus yang tersebut dalam kitab-kitab suci lainnya.
Al-Qur'an surah Al-An‘ām/6 ayat 162
قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ
Artinya: Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam.
Tafsir Tahlili
(162) Dalam ayat ini Nabi Muhammad, diperintahkan agar mengatakan bahwa sesungguhnya sholatnya, ibadahnya, serta semua pekerjaan yang dilakukannya, hidup dan matinya adalah semata-mata untuk Allah Tuhan semesta alam yang tiada sekutu bagi-Nya. Itulah yang diperintahkan kepadanya.
Rasul adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah dalam mengikuti dan mematuhi semua perintah dan larangan-Nya.
Dua ayat ini mengandung ajaran Allah kepada Muhammad, yang harus disampaikan kepada umatnya, bagaimana seharusnya hidup dan kehidupan seorang muslim di dalam dunia ini.
Semua pekerjaan shalat dan ibadah lainnya harus dilaksanakan dengan tekun sepenuh hati karena Allah, ikhlas tanpa pamrih. Seorang muslim harus yakin kepada kodrat dan iradat Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah-lah yang menentukan hidup mati seseorang.
Oleh karena itu seorang muslim tidak perlu takut mati dalam berjihad di jalan Allah dan tidak perlu takut hilang kedudukan dalam menyampaikan dakwah Islam, amar ma‘ruf nahi munkar.
Ayat ini selalu dibaca dalam salat sesudah takbiratul ihram sebagai doa iftitah kecuali kata: اوّل المسلمين diganti dengan من المسلمين
Salah satu tugas utama manusia diciptakan Allah adalah sebagai Abdullah/ hamba Allah. Karakter hamba Allah SWT adalah beribadah sepanjang waktu, patuh, tunduk, taat, ikhlas, menyerahkan diri kepada kehendak Allah Dzat Yang Maha Mengatur dan Maha meneliti setiap amal manusia.
والله المستعان واعلم.
اللهم ارحمنا بالقران الكريم.
I'dad:
Dr. H. Ismail SM, Dosen FST UIN Walisongo Semarang/ Pengurus MUI Kota Semarang.
Editor : Miftahul Arief