Sosok Timothy Anugerah, Mahasiswa Unud yang Tewas Diduga jadi Korban Bullying Dikenal Rajin Kuliah

BADUNG, iNewsSemarang.id – Sosok Timothy Anugerah kini menjadi perhatian publik setelah mahasiswa Universitas Udayana (Unud) Bali ini meninggal dunia secara tragis.
Kisahnya menyentuh hati dan menuai keprihatinan mendalam terhadap kondisi dunia pendidikan di Indonesia, terutama soal keamanan dan kesejahteraan mahasiswa di lingkungan kampus.
Riwayat Pendidikan Timothy
Timothy Anugerah Saputra lahir di Bandung, Jawa Barat, pada 25 Agustus 2003. Sejak kecil, ia dikenal sebagai anak yang tekun belajar dan berperilaku sopan. Guru dan teman-temannya menggambarkan Timothy sebagai pribadi yang rajin, pendiam, dan memiliki rasa ingin tahu tinggi terhadap hal-hal sosial di sekitarnya.
Ia selalu berusaha memahami persoalan masyarakat, sesuatu yang kemudian membentuk minatnya pada bidang sosiologi. Setelah lulus dari sekolah menengah atas di Bandung, Timothy memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke Bali.
Pilihannya jatuh pada Universitas Udayana, salah satu kampus negeri terkemuka di Indonesia Timur. Ia diterima di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), jurusan Sosiologi, dan resmi menjadi mahasiswa angkatan 2022. Pilihan ini menunjukkan semangatnya untuk belajar dan keberaniannya merantau jauh dari keluarga demi mengejar cita-cita.
Dikenal Rajin Kuliah, Aktif Berdiskusi dan Kritis
Dalam perjalanan akademiknya, riwayat pendidikan Timothy Anugerah memperlihatkan dedikasi yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan. Ia dikenal rajin mengikuti kuliah, aktif berdiskusi, dan punya pandangan kritis terhadap isu-isu sosial.
Jurusan Sosiologi yang ia ambil sangat sesuai dengan minatnya untuk memahami perilaku manusia, struktur sosial, serta dinamika masyarakat modern.
Teman-teman kuliahnya mengenang Timothy sebagai sosok yang rendah hati dan mudah bergaul. Meskipun berasal dari luar daerah, ia cepat beradaptasi dengan lingkungan kampus dan kehidupan di Bali.
Selain aktif belajar, Timothy juga mengikuti sejumlah kegiatan organisasi mahasiswa di FISIP, menunjukkan bahwa ia tidak hanya fokus pada akademik, tetapi juga ingin berkontribusi dalam kegiatan sosial.
Tekanan Sosial dan Psikologis
Masuk tahun 2025, Timothy sudah menempuh semester tujuh atau tahun keempat kuliahnya. Secara akademis, ia masih tercatat sebagai mahasiswa aktif di jurusan Sosiologi dan sedang mempersiapkan rencana penyusunan skripsi.
Namun, di balik itu, ada tekanan sosial dan psikologis yang mulai muncul di lingkungannya. Beberapa teman dekatnya sempat mengungkap bahwa Timothy terlihat lebih pendiam dan tertutup belakangan ini.
Sayangnya, perjalanan pendidikan yang semula berjalan lancar harus terhenti di tengah jalan. Pada pertengahan Oktober 2025, Timothy ditemukan tidak bernyawa di area kampus FISIP Universitas Udayana.
Peristiwa itu mengejutkan seluruh civitas akademika dan masyarakat luas. Ia diduga meninggal dunia setelah mengalami tekanan berat yang berhubungan dengan tindakan perundungan atau bullying dari lingkungan sekitarnya.
Kronologi Kejadian di Kampus FISIP Unud
Pada hari kejadian, suasana di kampus FISIP Unud mendadak gempar setelah salah satu mahasiswa ditemukan tergeletak di dekat gedung fakultas.
Setelah diperiksa, korban diketahui adalah Timothy Anugerah Saputra. Ia kemudian dibawa ke rumah sakit, namun nyawanya tidak tertolong. Tragedi itu terjadi pada Rabu, 15 Oktober 2025, sekitar pukul 09.00.
Dugaan sementara menyebut bahwa Timothy mengalami tekanan berat sebelum peristiwa tersebut terjadi. Beberapa mahasiswa mengakui adanya tindakan perundungan yang dialami korban, baik secara verbal maupun psikologis.
Percakapan di media sosial juga sempat mengungkap adanya ejekan yang ditujukan kepada dirinya. Kasus ini pun menjadi perhatian nasional karena menggambarkan sisi gelap kehidupan kampus yang selama ini jarang tersorot.
Pada akhirnya, riwayat pendidikan Timothy Anugerah tidak hanya mencatat perjalanan akademis seorang mahasiswa Sosiologi di Universitas Udayana, tetapi juga menggambarkan perjuangan seorang anak muda dalam menghadapi kerasnya kehidupan kampus.
Dari Bandung ke Bali, dari semangat menimba ilmu hingga akhir hidup yang tragis, kisahnya mengajarkan bahwa pendidikan bukan sekadar soal nilai, tetapi tentang kemanusiaan, empati, dan saling menjaga.
Editor : Ahmad Antoni