KEMATIAN adalah sesuatu yang pasti akan terjadi kepada setiap manusia. Meskipun terdengar mengerikan, bagi orang saleh mengingat kematian sebagai cara terbaik untuk menasehati diri sendiri.
Syaikh Umar Sulaiman al Asygar dalam bukunya berjudul Ensiklopedia Kiamat mengingatkan bahwa orang yang berakal adalah yang dapat mengambil pelajaran, sebab maut adalah pemberi nasihat terbaik.
Sebagian ahli zuhud ditanya, “Apakah nasihat yang paling besar?”
Jawabnya, “Merenungkan orang-orang mati.”
Al-Qurthubi dalam at-Tudzkirah melukiskan maut dengan sangat baik, “Ketahuilah bahwa maut adalah hal yang menakutkan, perkara yang menyeramkan, cangkir yang rasanya menjijikkan. Sesungguhnya maut itu menghancurkan kelezatan, memutuskan kesenangan, dan mendatangkan hal-hal yang dibenci. Hal yang memutuskan hubunganmu, memisahkan anggota tubuhmu, menghancurkan sendi-sendimu pastilah perkara yang menakutkan, sesuatu yang besar, dan harinya pastilah hari yang besar.”
Sebagaimana hidup merupakan tanda kekuasaan Allah, maka maut juga tanda kekuasaan Allah, tetapi jangan Anda katakan bahwa itu aneh. Allah berfirman, “Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya lah kamu dikembalikan.” (QS al-Baqarah: 28)
Memikirkan ayat ini berarti memikirkan salah satu ciptaan dan keajaibannya yang menunjukkan kebesaran kekuasaan Allah.
Diriwayatkan bahwa seorang Badui bepergian dengan naik unta, lalu tiba-tiba untanya terpuruk dan mati. Si Badui turun dari unta itu lalu mengelilinginya dan memikirkannya, “Kenapa kau tidak bangkit? Kenapa kau tidak berdiri? Anggota tubuhmu lengkap dan sehat. Ada apa denganmu? Apa yang menyebabkan kau seperti ini? Apa yang dapat membuatmu bangkit? Apa yang merobohkanmu? Apa yang membuatmu tidak bergerak?” Kemudian ia pergi sambil memikirkan hal itu dan merasa takjub.
Nasihat Orang Saleh
Allah memberi nasihat tentang maut kepada Rasul-Nya, “Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka juga akan mati" (QS Az-Zumar : 12)
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Thabrani dalam al-Awsath, Abu Na'im dalam al- Hilyah, al-Hakim dalam Mustadraknya, dan lain-lain disebutkan bahwa Sahabat Ali ibn Abi Thalib , berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “ Jibril mendatangiku dan berkata, “Hai Muhammad, hiduplah sesuka hatimu, sebab kau pasti mati. Cintailah orang yang kau sukai, tapi pasti kau akan berpisah dengannya. Beramallah sesukamu, sebab pasti (amal)mu akan dibalas. Ketahuilah, kemuliaan seorang mukmin ada pada ibadah malamnya, dan kehormatannya ada pada sikap tidak membebani orang lain.'” (Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah, II, h. 505, hadis no. 831)
Ada beberapa nas dari Allah dan Rasul yang mengingatkan kematian. Ini adalah kebiasaan orang saleh, yakni mereka mengingatkan diri mereka dan orang lain akan kematian.
Ali ibn Abi Thalib berkata, “Dunia berjalan kebelakang, dan akhirat berjalan ke depan. Keduanya memiliki pengikut. Jadilah pengikut akhirat dan jangan menjadi pengikut dunia. Sebab, hari ini adalah amal dan bukan hisab, sedangkan besok adalah hisab dan tidak ada amal.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahil-nya, bab “Harapan dan Optimisme.”)
Di antara nasihat para ulama sebagaimana disebutkan dalam kitab at-Tadzkirah adalah sebagai berikut:
Wahai orang yang tertipu, renungkanlah kematian beserta sekarat, kesulitan, dan kepahitannya. Sesungguhnya maut adalah janji yang paling jujur, dan hakim yang paling adil. Cukuplah maut menakutkan hati, membuat mata menangis, memisahkan kelompok-kelompok, menghancurkan kelezatan dan kenikmatan hidup, serta memutuskan angan-angan dan harapan.
Apakah kau merenungkan, hai anak Adam, hari kejatuhanmu dan perpindahanmu dari tempat tinggalmu, saat kau pindah dari keluasan menuju kesempitan, saat temanmu mengkhianatimu, saat saudaramu meninggalkanmu, saat kau dipindahkan dari tempat tidur dan selimutmu ke dalam belahan bumi, lalu mereka menutupimu dengan tanah?
Hai penumpuk harta dan penghimpun gedung, demi Allah, kau tak memiliki harta lagi kecuali kafan yang menempel di badan. Bahkan kafan itu pun akan hancur dan binasa, dan jasadmu akan jadi makanan tanah.
Imam Qurthubi menukil dari Yazid ar-Rugasyi bahwa ia berkata kepada dirinya sendiri, “Celaka dirimu, hai Yazid! Siapa yang salat untukmu setelah kau mati? Siapa yang puasa untukmu setelah kau mati? Siapa yang dapat membuat Tuhanmu rida kepadamu setelah kau mati?”
Kemudian ia berkata, “Hai manusia, apakah kalian tak menangisi diri kalian sepanjang sisa hidup kalian? Siapakah yang kubur adalah penuntutnya, kubur adalah rumahnya, tanah adalah tempat tidurnya, cacing adalah temannya, dan bersama itu semua ia menanti kiamat, bagainmnakah keadaannya?”
Imam Qurthubi berkata di bagian lain:
Bayangkanlah, wahai orang yang tertipu, saat sakaratul maut mendatangimu, saat jeritan dan kesulitan maut menjemputmu! Ketika itu, seseorang berkata, “Sungguh si fulan telah berwasiat, hartanya sudah dihitung.” Yang lain berkata, “Sungguh si fulan lidahnya berat. Ia tak lagi mengenal tetangganya dan tak dapat berbicara dengan saudara-saudaranya.”
Kau mendengar, tapi tak mampu menjawab. Bayangkanlah dirimu, hai anak Adam, saat diangkat dari tempat tidurmu ke dipan tempat kau dimandikan, lalu kau dimandikan dan dikafani. Keluarga dan tetangga jadi takut kepadamu. Para kawan dan handai taulan menangisimu. Orang yang memandikanmu berkata, “Mana istrinya? Suamimu telah tiada! Mana anak-anaknya yang kini menjadi yatim? Kalian ditinggalkan oleh ayah kalian, dan kalian takkan melihatnya lagi setelah hari ini untuk selamanya!”
Wahai orang yang tertipu, kenapa kau bermain
Kau membuat angan-angan padahal kematianmu amat dekat
Kau tahu, ambisi adalah lautan tak bertepi yang perahunya adalah dunia,
maka berhati-hatilah agar kau tak binasa
Kau tahu, maut membinasakanmu dengan cepat
dan kau yakin rasanya tidak enak
Seakan kau telah berwasiat dan kau lihat anak-anak yatim
dan ibu mereka yang merasa kehilangan, meratap dan menangis
Mereka dilanda kesedihan kemudian mereka mencakar wajah
Sehingga terlihat oleh laki-laki setelah sebelumnya terhijab
Orang yang membawa kafan itu bergerak ke arahmu
Lalu tanah ditimbun ke tubuhmu, air mata pun tumpah berderai.
Abu Darda', seorang sahabat besar, memberi nasihat, “Ada tiga hal yang membuatku tertawa, dan tiga hal yang membuatku menangis. Yang membuatku tertawa adalah orang yang mengharap dunia padahal maut mengintainya, orang yang melalaikan yang tak dapat dilalaikan (maut), dan orang yang tertawa lepas padahal ia tak tahu apakah Allah rida padanya atau murka.
Tiga hal yang membuatku menangis adalah berpisah dengan orang-orang yang tercinta, Muhammad SAW dan golongannya, kesulitan-kesulitan saat sakaratul maut, dan berdiri di hadapan Allah pada hari ketika yang tersembunyi menjadi jelas, kemudian tak tahu menuju surga atau neraka.”
Abu Darda' (Dalam riwayat lain: Abu Dzar) berkata, “Kalian lahir untuk mati, kalian memakmurkan untuk kehancuran, kalian berambisi mengejar yang fana namun meninggalkan yang baka.” (lihat Ibn al-Mubarak, Az Zuhd wa ar[Raqa'iq")
Imam Qurthubi memberi nasihat dan peringatan:
Mana harta yang kau kumpulkan? Mana yang kau persiapkan untuk keadaan-keadaan yang sulit dan menakutkan? Pada saat maut menjemput, semua yang ada di tanganmu jadi kosong melompong. Kekayaan dan kemuliaanmu berubah menjadi kefakiran dan kehinaan. Bagaimanakah kau nanti jadinya, hai pembeli dosa-dosa yang terhempas dari keluarga dan rumahnya?
Jalan petunjuk telah tampak bagimu. Betapa sedikitnya perhatianmu untuk membawa bekal bagi perjalanan jauhmu dan situasimu yang sulit dan berat. Apakah kau tak tahu, wahai orang yang tertipu, bahwa pasti kau pergi menuju hari yang sangat berat keadaannya, dan hari itu ucapan seseorang jadi tidak berguna. Apa yang telah diperbuat oleh tangan dan kedua kaki, apa yang diucap oleh mulut dan diperbuat oleh anggota tubuhmu akan disodorkan kepadamu di hadapan Sang Raja Diraja. Jika Allah menyayangimu, maka kau ke suga, namun bila tidak, pasti ke neraka.
Wahai jiwa yang lalai dari keadaan-kcadaan ini, sampai kapan kelalaian dan kelambananmu? Apa kau kira masalah ini kecil? Apa kau sangka hal ini remeh? Kau kira keadaan sekarang akan membantumu saat tiba hari kepergianmu, atau hartamu dapat menyelamatkanmu saat amal-amalmu menghancurkanmu atau rasa sesal cukup bagimu saat kakimu tergelincir (di atas Shirath), atau kelompokmu akan mengasihanimu di padang mahsyar? Sekali-kali tidak. Demi Allah, buruk sekali persangkaanmu itu. Kau harus mengetahui, kau tak puas dengan hidup berkecukupan, tidak kenyang dari yang haram, tidak mendengar nasihat, dan tidak takut dengan ancaman.
Kebiasaanmu adalah berkubang dengan hawa nafsu, dan terjerumus ke dalam kegelapan. Kau bangga dan takjub dengan harta yang kau timbun, dan tak ingat apa yang akan kau hadapi. Wahai yang tidur dalam kelalaian dan yang terjaga dalam keterpurukan, sampai kapankah kelalaian dan kelambananmu ini? Apa kau kira kau akan dibiarkan begitu saja dan tidak dihisab esok hari? Apa kau sangka maut menerima sogokan?
Sekali-kali tidak, demi Allah! Maut tak dapat ditolak dengan harta dan anak cucu. Tak berguna kecuali amal yang baik.
Beruntunglah orang yang mendengar dan sadar, melaksanakan apa yang didakwahkan, menahan diri dari hawa nafsu, tahu bahwa orang yang beruntung adalah orang yang memelihara diri (dari dosa), dan tahu bahwa manusia tidak memiliki apa pun kecuali yang diusahakannya, dan usahanya itu akan diperlihatkan.
Berhati-hatilah terhadap orang-orang yang tidur ini! Jadikanlah amal saleh sebagai bekal! Jangan kau khayalkan suga, sementara kau berkubang dalam dosa dan melakukan perbuatan orang-orang jahat! Selalulah merasa diawasi (muraqabah) Allah dalam kesunyian, jangan tertipu oleh angan-angan, dan berzuhudlah! Mereka mendendangkan syair:
Berbekallah untuk perjalanan ke tempat kembali
Berdirilah karena Allah dan beramallah dengan bekal yang terbaik
Jangan kau menumpuk harta dunia, sebab harta yang dikumpulkan akan sirna
Apakah kau mau berada di samping orang-orang yang
memiliki bekal, sedangkan kau sendiri tidak berbekal?
Penyair yang lain mengatakan:
Jika kau tak pergi dengan bekal takwa
dan setelah mati bertemu dengan orang yang telah berbekal
Kau kan menyesal karena tidak seperti dirinya
sebab dulu kau tidak waspada sebagaimana ia waspada!”
Demikian ketentuan Allah dan hadist Nabi Muhammad SAW berikut nasihat dari para orang saleh tentang kematian. Dengan mengingat kematian, semoga kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Dan semoga Allah SWT berikan kita kemudahan untuk melakukan setiap kebaikan.
Wallahualam bisyhowab.
Editor : Sulhanudin Attar
Artikel Terkait