Deretan Kisah Heroik dan Inspiratif Para Guru di Indonesia

Tika Vidya Utami
Kisah guru heroik dan inspiratif para guru di Indonesia. Foto: Antara/Ampelsa

JAKARTA, iNewsSemarang.id - Perjuangan guru di Indonesia sangat luar biasa.  Di sisi lain banyak guru yang hidupnya mapan karena berstatus ASN, tapi tak sedikit guru honorer yang mendapatkan gaji tidak seberapa, bahkan tidak sampai Rp500 ribu/bulan.

Akan tetapi, meski bergaji kecil,  mereka rela menempuh perjalanan jauh hingga belasan kilometer dengan melewati hutan belantara untuk bisa memberi pelajaran kepada para murid.  

Tak sedikit pula ada yang rela mengajar di daerah pelosok. Untuk bisa sampai ke sekolah setiap harinya, mereka harus berjalan kaki, karena medannya tidak memungkinkan untuk kendaraan bisa lewat. Tak Berlebihan, jika sosok pahlawan tanpa tanda jasa disematkan pada guru.

Di momen Hari Guru yang diperingati setiap 25 November besok, iNews.id akan merangkum kisah heroik dan inspiratif dari para guru di Indonesia.

  

Berikut kisah heroik dan inspiratif Guru dari yang mengajar di pelosok hingga berprestasi.

 

1. Tempuh Jarak 12 Km hingga Lewati Hutan untuk Mengajar

Sugeng Purnomo adalah seorang guru yang mengajar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Tambora. Sekolah yang terletak di Desa Oi Bura, Kabupaten Bima, NTB ini berada di tengah perkebunan kopi.

Untuk mencapai sekolah, bukanlah hal yang mudah bagi Sugeng. Ia harus menempuh jarak 12 kilometer dari rumahnya untuk sampai di sekolah.

Tak hanya jaraknya yang jauh, Sugeng juga mesti berjalan melewati hutan. Hal itu ia lakukan agar dapat memberikan ilmu kepada murid-muridnya.

Di masa pandemi, saat kebanyakan sekolah lainnya melaksanakan pembelajaran daring, Sugeng tetap pergi mengajar. Sugeng dan para siswa tidak bisa melakukan pembelajaran secara daring lantaran tidak ada akses internet di wilayah mereka.

Ia pun harus mendatangi rumah murid-muridnya, yang lokasinya juga cukup jauh dari sekolah. Sugeng sudah mengajar selama belasan tahun di SDN Tambora. Namun, dirinya masih berstatus guru honorer dengan gaji hanya Rp300.000 per bulan.

 

2. Peraih Penghargaan Inspiratif

Aprilia Palupi merupakan guru SMKN 1 Bansari, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Diketahui, Aprilia meraih dua penghargaan nasional. Penghargaan yang didapatkannya tersebut adalah dari lomba kompetensi guru pertanian 2016 dan guru inspiratif di masa pandemi Covid-19 2020.

Penghargaan sebagai guru inspiratif ini didapat Aprilia atas inovasinya menerapkan pembelajaran jarak jauh sebelum adanya pandemi. Pada awalnya, metode tersebut digunakan Aprilia untuk memantau muridnya.

Hal ini karena ia sering melakukan kegiatan di luar sekolah serta mengikuti pelatihan. Muridnya pun merasa nyaman dengan metode yang diterapkannya.

Hingga akhirnya ketika pemerintah menerapkan pembelajaran jarak jauh, siswanya pun sudah terbiasa. Meski telah mendapat penghargaan, Aprilia masih terus berinovasi guna memberi metode yang terbaik untuk dunia pendidikan.

3. Jadi Wasit Badminton di Olimpiade Tokyo 2020

Qomarul Lailah atau yang akrab disapa Lia adalah seorang guru mata pelajaran Bahasa Inggris di SDN Sawunggaling 1 Surabaya. Hebatnya, ia terpilih menjadi wasit badminton di Olimpiade Tokyo 2020.

Awalnya ia tidak pernah tertarik menjadi seorang wasit pada cabang olahraga badminton. Setelah mendapat cukup pengetahuan, Lia pun tertarik untuk mengikuti pelatihan serta menjalani ujian tingkat provinsi.

Beruntungnya, ia dinyatakan lulus dalam ujian tingkat provinsi tersebut. Meski begitu, kelulusannya itu tidak langsung membawa Lia menjadi seorang wasit profesional.

Ia harus berjuang mengikuti ujian nasional dalam berbagai ajang. Seiring berjalan waktunya, Lia pun berhasil menjadi wasit badminton di dunia internasional.

 

4. Mengabdi di Pelosok Daerah

Untuk menjalankan tugasnya sebagai guru, Ahmad Sofyan, rela menyeberangi sungai menggunakan perahu. Sekolah tempatnya mengabdi berada di pelosok di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.

Ahmad dan para guru lainnya yang mengajar di SDN 1 Sungai Bedaun, SDN 3 Kumai Hilir, SMPN 6 Kumai, serta SD-SMP Satu Atap Negeri 4 Kumai di Sei Sekonyer, kerap berangkat dan pulang bersama-sama.

Saat kondisi air sedang surut, untuk mencapai perahu yang menjemput, Ahmad beserta pengajar lainnya harus berjalan kaki menembus hutan bakau di tepi sungai. Medan yang sulit ini ditempuh tergantung musim pasang surut air.

Terkadang, mereka berjalan kaki menyusuri sungai. Kegiatan tersebut, telah mereka lakukan selama puluhan tahun mengajar. (mg arif)

Editor : Maulana Salman

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network