SEMARANG, iNewsSemarang.id - Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah meminta para Kepala desa dan Perangkat desa, maupun Lurah dan Perangkat kelurahan serta aparatur sipil negara netral dan menjaga integritas, transparansi, dan keadilan dalam menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Hal itu diungkapkan Kajati Jateng I Made Suanarwan, melalui Asintel Kejati, Sunarwan, ditengah-tengah acara Ngobrol Santai bersama awak media yang tergabung dalam Forum Wartawan Kejaksaan (Forwaka) Provinsi Jawa Tengah, di RM Selasih, Semarang, Senin (22/1/2024).
"Kepala desa, dan perangkat desa merupakan unsur krusial dalam menjamin proses Pemilu yang bersih dan adil. ASN sebagai pelayan masyarakat harus mengedepankan kenetralan. Apabila seorang ASN tidak netral nantinya dalam proses pelayanan akan ada keberpihakan," ucap Sunarwan, didampingi Para Kasi di Intelijen Kejati Jateng.
Ia mengatakan, Kejati Jawa Tengah sejak awal telah menegaskan bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) harus netral dalam Pemilu.
"Sejak awal sudah kami tegaskan bahwa semua ASN harus netral. ASN di lingkungan Kejati Jawa Tengah semua netral," tandasnya.
Adapun terkait Posko Pemilu, pihaknya, menyebut sejauh ini pihak Kejati selalu melakukan monitoring.
"Kita selalu lakukan monitoring terkait surat suara, apakah sudah lengkap apa belum, begitupun kotak suara, daftar pemilih, dan juga partai politik, dimana semua pendataan yang ada di kami itu online," sebutnya.
Pada massa kampanye terbuka saat ini, pihaknya juga mengimbau, kepada partai politik (parpol) agar setiap aturan selalu dipatuhi.
"Jika semua aturan dipatuhi kondusifitas keamanan akan selalu terjaga," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Forwaka Provinsi Jawa Tengah, Henry Pelupessy, melalui Sekjend Forwaka Jateng, Dr (Hc). Joko Susanto, menyambut baik adanya anjuran netralitas ASN dan kepala desa.
Pihaknya menyampaikan, guna melakukan pencegahan adanya ASN yang tidak Netral, para pimpinan lembaga dalam berbagai kesempatan baik formal maupun non formal harus rutin mengingatkan para bawahannya agar berlaku adil, berpikiran profesional dan non partisan dengan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga dengan sikap demikian netralitas ASN tetap terjaga.
Apalagi, lanjut Joko, menjelang hari pemungutan suara pemilu serentak 2024, pengawasan dan penegakan disiplin PNS atas pelanggaran netralitas juga perlu lebih ketat dan diusahakan memberikan efek jera bagi PNS yang melakukan pelanggaran. Disiplin hukum yang paling berat atas pelanggaran netralitas perlu dipertimbangkan.
"Peran atasan langsung dalam penerapan sanksi pelanggaran netralitas juga perlu diperkuat, tidak hanya ancaman pemberian hukuman disiplin jika tidak menjatuhkan hukuman disiplin kepada bawahannya yang melanggar, namun peran preventif dan pengawasan penerapan netralitas terhadap bawahannya," tandasnya.
Dijelaskannya, berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2014, Pasal 2 huruf f tentang ASN dengan jelas tertera, asas, prinsip, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku kebijakan penyelenggaraan, manajemen ASN salah satunya berdasarkan asas netralitas.
Apalagi dalam pasal 280 ayat (2) UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Selain ASN, pimpinan Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi sampai perangkat desa dan kelurahan dilarang diikutsertakan dalam kegiatan kampanye. Sedangkan apabila pihak-pihak tersebut tetap ikutsertakan dalam kampanye, maka akan dikenakan sanksi pidana kurungan dan denda.
"Sanksi tersebut tertuang, dalam Pasal 494 UU 7 tahun 2017 yang menyebutkan, setiap ASN, anggota TNI dan Polri, kepala desa, perangkat desa, atau anggota badan permusyawaratan desa yang terlibat sebagai pelaksana atau tim kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3 ) dapat dikenakan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp12 juta," ujar Joko, yang juga mantan Pendiri Liga Mahasiswa Nasdem Jateng, tersebut.
Editor : Maulana Salman
Artikel Terkait