SEMARANG, iNewsSemarang.id - Presiden OIC Youth Indonesia, Syafii Efendi ingin menaikkan standar berpikir, perilaku, bertindak jejaring anak muda Indonesia. Sebab itu, dia meminta kalangan anak muda atau biasa disebut Gen Z berani merubah mindset hingga kebiasaan.
Hal itu disampaikannya di sela kegiatan International Seminar ASEAN Youth Movement 2024 di Balairung Kampus UPGRIS Semarang, Minggu (24/11/2024). Seminar bertemakan Membangun Mentalitas Pemuda Indonesia Unggul dan Berdaya Saing Global yang digelar DPD Wirausaha Muda Nusantara (Wimnus) Provinsi Jawa Tengah ini juga menghadirkan sejumlah motivator seperti Danang G Sadewa, Education Influencer. Anas Hameeyae, Chairman of Islamic Youth Thailand dan Shakira Amirah, Mapres 3 Nasional, The Winner of Class of Champions.
“Kita ingin menaikkan standar berpikir, perilaku, bertindak jejaring anak muda Indonesia. Hari ini dunia itu tidak ada batas, negara ASEAN sudah gak pakai Visa, kemudian ada sekitar 57 sampai 60 lebih negara nanti akan bebas Visa,” kata Syafii.
“Artinya kita tidak boleh lagi bicara lokal, kita harus bicara global, kita boleh dari orang kampung tapi kita tidak boleh berpikir skala kampung. Kita harus berpikir skala dunia,” katanya.
Entrepreneur & Business Owner itu menyebut ada tiga pokok yang dibahas dalam seminar yang dihadiri ribuan mahasiswa maupun Gen Z. “Saya belajar dari Aristotle, jadi kepemimpinan itu dibagi 3. Yang pertama, paling rendah orang membicarakan orang lain. itu level yang paling rendah. Yang kedua orang yang bicara tentang dirinya dan yang paling itu orang yang bicara tentang gagasan, ide, solusi dan kontribusi. Dan kita ingin mengajak anak muda ke level 3 lagi, supaya tidak jadi sampah di TikTok tapi menjadi solusi di sosial media dan kehidupannya,” jelasnya.
Namun diakuinya hal itu tidak mudah, karena memang ekstrasinya cukup tajam. “Kita berperang secara psikologi dengan negara-negara punya kepentingan bisnis Indonesia. Akhirnya kita lupa bahwa negara kita negara pemenang, negara yang kuat, negara yang pernah menjelajah dunia. Ini yang akan kita tularkan ke anak muda Indonesia,” ujarnya.
Dia pun membeberkan strategi menghadapi situasi seperti itu. “Strateginya, ganti mindset, ganti sirkel jadi dia harus berani ganti teman. Jadi cara terekstrem untuk merubah yaitu ganti teman, ganti sirkel itu yang paling gampang. Yang terakhir adalah merubah kebiasaan, itu yang paling sulit,” ujar motivator muda nomor 1 Indonesia ini.
Syafii mengatakan bahwa karakter bullying adalah akar semua persoalan anak muda hari ini. Karakternya lemah sekali, jadi makin kesini makin ga ada nyali, makin kesini makin rapuh. Ya ini yang harus dikembalikan kekuatannya.
Menurutnya, Gen Z lahir di era multiple choice, dia lahir di era keterbukaan, kehebatannya dia bisa akses segalanya. “Kalau magnet dia ketarik sana sini akhirnya dia nggak fokus. Beda seperti era kakek-kakek kita, pilih satu fokus, kalau kita ngambang,” katanya.
Makanya tingkat kontrolnya lemah. Nah karena kontrolnya lemah, dia sering kalah dalam persaingan karena untuk bersaing butuh fokus, butuh ketajaman. “Nah anak muda Gen Z itu tidak tajam. Ini yang perlu kita ubah Gen Z jadi kekuatan,” ungkapnya.
Sementara, Danang Giri Sadewa mengatakan bahwa zaman sekarang kalau orang tidak bermain sosial media terasa asing. Karena pengguna internet di Indonesia hampir 60 persen 70 persen di Indonesia dari total populasi, jadi potensinya luar biasa.
“Jadi siapa yang bisa menggunakan sosial media dengan baik. Nah sumber revenue atau sumber-sumber pemasukan lain sampai dengan privilege itu bisa diciptakan dari sosial media,” kata Danang.
“Contohnya kita bikin konten senggol-senggolan kampus, sebenarnya itu media promosi yang kadang orang melihatnya sebuah hiburan tapi sebenarnya impactnya luar biasa gede,” ujarnya.
Bicara soal ide, kata Danang, terlebih dulu mengetahui marketnya seperti apa. Menurutnya, kalau kebanyakan orang itu bingung menggunakan sosial media yang mana. Karena ada yang main di Facebook itu caranya beda dengan mainan TikTok. Mainan TikTok beda dengan cara mainan YouTube.
“Jadi kita harus tahu marketnya dulu, kalau TikTok jelas Gen Z, generasi yang muda-muda sekarang, berarti pendekatan konten kita harus ringan. Tapi kalau kita main Facebook dengan rentang umur lebih dewasa, bapak-bapak, ibu-ibu ya kita harus tahu bapak ibu ini Sukanya apa? Itu kunci suksesnya. Hampir mirip-mirip jualan,” ujar Danang.
Dia menilai bahwa Gen Z takut memulai, takut salah, takut mencoba. “Itu karena dia sudah kepikiran yang jelek-jelek dulu. Kira-kira aku mulai begini nanti dihujat sama teman-temanku gak ya, dia udah berpikir negative thinking dulu, akhirnya dia ga berani mulai. Tapi kalau sudah mulai sekali terus dia dapat respons positif dari orang lain dia bakal tetap jalan,” ujarnya.
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait