MAGELANG, iNewsSemarang.id - Gelaran Suadesa Festival 2025 di Gasblock PGN Karangrejo, Magelang, memamerkan UMKM lokal yang merupakan pengrajin industri kreatif. Dari sekian banyak pengusaha UMKM yang ada di lokasi Festival, pandangan tertuju pada salah satu showroom relief patung dan wayang.
Suadesa Festival 2025 yang diselenggarakan oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) ini digelar pada 10-11 Mei 2025. Festival bertajuk “Energi Kemandirian Desa” ini merupakan perwujudan program Desa Energi Berdikari Pertamina dimana Desa Karangrejo, Borobudur yang merupakaan desa binaan PGN melalui Corporate Sosial Responsibility (CSR).
Melalui program CSR PGN, Festival Suadesa 2025 diharapkan mampu menggerakkan perekonomian desa dengan mempromosikan produk-produk mitra UMKM dan menggali potensi lokal seperti destinasi wisata, kesenian dan budaya setempat.
Salah satu pengrajin UMKM setempat adalah Amin Risman Ragil yang merupakan pengrajin limbah berbasis resin di daerah Borobudur Jawa Tengah. Amin mengaku, sejak dibangunnya Balai Ekonomi Desa (Balkondes) Karangrejo oleh PGN dan menjadi desa wisata, turut mendongkak penjualan produknya hingga 50 persen.
Bahkan dalam gelaran Suadesa Festival 2025 kali ini, ia mengaku penjualannya bahkan naik dua kali lipat untuk produk-produk kerajinan tertentu. Hal serupa juga ia rasakan pada saat PGN menggelar Balkonjazz Festival di tahun sebelumnya.
Ia mengungkapkan, dalam setiap event yang digelar, PGN memang selalu melibatkan masyarakat dan pelaku UMKM setempat untuk ikut ambil bagian. Seperti di Suadesa Festival tahun ini, ada 40 tenant UMKM Desa Karangrejo dan Desa Wringin Putih Borobudur yang diberikan ruang stand untuk ikut serta memamerkan usahanya.
Dari 40 UMKM tersebut, bidangnya pun beragam, mulai dari makanan tradisional, jajanan pasar, berbagai kerajinan kayu, pahat batu, anyaman, batik, aksesoris Borobudur, pecel, angkringan, jetkolet, jajanan pasar, jamu, dan lain-lain. Alhasil banyak pelaku usaha dan masyarakat desa ikut merasakan dampak dari berbagai kegiatan yang digelar di kawasan tersebut.
Amin sendiri sudah memulai usahanya pada tahun 1997-1998. Saat krisis ekonomi melanda saat itu, ia melihat peluang dari limbah serpihan batu cobek yang biasa dibuang oleh pengrajin. Dengan kreativitas yang dimiliki, ia mencampurkan limbah tersebut dengan resin untuk membuat kerajinan bernilai tinggi. Hasilnya patung cetak indah berhasil dibuatnya.
Tenaga kerja yang ia libatkan kala itu mencapai 9 orang, dan masing-masing mampu menghasilkan 9–10 jenis kerajinan per hari, sehingga total produksi sekitar 500 produk kerajinan per hari. Produk buatannya menjadi salah satu kerajinan yang menjadi buruan wisatawan.
Bukan hanya wisatawan nusantara, namun juga wisatawan manca negara. Bahkan pembeli yang sempat datang ketempatnya dan membeli produknya melanjutkan dengan pembelian dalam skala besar. Alhasil, kerajinan Amin pun menembus pasar ekspor ke negara-negara seperti Prancis, Amerika Serikat, dan Australia.
Perjalanan usaha Amin memang tidak selalu berjalan mulus. Ketika ia mengubah pola penjualan dari sistem promosi dan keliling ke berbagai tempat menjadi offline dan fokus pada membesarkan toko offline miliknya, sempat membuat penjualan kerajinan Amin menurun.
“Dari sini saya belajar bahwa berjualan hanya melalui toko fisik turut mempengaruhi penjualan. Terlebih dengan persaingan pasar dimana banyak pengrajin yang bermunculan di sekitar kawasan wisata Candi Borobudur,” ujarnya, Senin (12/5).
Untuk itu ia kembali menggunakan dua jalur pemasaran, baik offline maupun mengikuti berbagai pameran baik yang diselenggarakan di Jakarta, Surabaya dan kota-kota lainnya. Alhasil, penjualannya kembali stabil.
“Agar pembeli puas dengan produk kerajinan, saya berkomitmen untuk terus menjaga mutu produknya. Dengan demikian pembeli baru atau pun konsumen lama, akan terus menjadi pelanggan,” ujarnya.
Amin mengaku, pada masa jayanya, satu unit kerajinan bisa dijual seharga Rp15.000 dan mampu terjual hingga 500 unit per hari. Bahkan ketika banyak pelancong dari luar negeri yang datang ke Borobudur menggunakan kapal pesiar melalui pelabuhan Semarang, satu unit kerajinan bisa terjual hingga USD 100.
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait