SALATIGA, iNewsSemarang.id - Meroketnya harga kedelai berdampak signifikan terhadap para pelaku usaha perajin tempe dan tahu. Pasalnya, salah seorang perajin tahu tempe di Kota Salatiga harus gulung tikar karena penjualan yang diperolehnya tak dapat menutup biaya produksi yang harus dikeluarkannya.
Kondisi memprihatinkan itu dialami oleh Beni (57) perajin tahu tempe di Tingkir Tengah, Tingkir, Salatiga. Beni memilih menutup usahanya karena hasil penjualan sudah jauh di bawah biaya produksi. Saat ini, harga kedelai menembus Rp14.000 per kilogram.
"Saya menutup usaha beberapa bulan lalu. Sebelum saya tutup, harga kedelai sudah Rp13.000 per kilogram. Harga terus naik dan sudah tidak terjangkau, apalagi omzet dan pendapatan terus menurun," ujar Beni, Selasa (8/11/2022).
Menurutnya, perajin tahu tempe di Salatiga mulai limbung ketika pandemi Covid-19. Sejak saat itu, penjualan menurun dan harga kedelai terus melambung.
"Mulai Covid-19 saya sudah mengurangi produksi. Sebelumnya, untuk produksi saya membutuhkan kedelai 400 kilogram per hari," ujarnya.
Namun karena harga kedelai terus naik dan omzet menurun, akhirnya usaha yang telah berjalan selama 20 tahun terpaksa ditutup.
"Saya sudah tidak bisa menjalankan usaha ini karena harga bahan baku terus naik dan daya beli masyarakat menurun," ucapnya.
Dia menuturkan, konsumen tidak mungkin mau membeli tahu tempe dengan harga tinggi. Sebab daya beli mereka juga terbatas akibat berbagai faktor.
Dia berharap, harga kedelai bisa turun agar usaha tahu tempe bisa menggeliat lagi. Jika harga kedelai masih tinggi dan cenderung naik, maka pelaku usaha tahu tempe bakal menutup usahanya.
"Saya ingin membuka usaha lagi, tapi belum tahu kapan waktunya. Yang jelas kalau harga kedelai masih tinggi, perajin tahu tempe pasti bingung menentukan harga jual. Kalau bisa harga kedelai diturunkan," pungkasnya.
Editor : Maulana Salman