JAKARTA, iNewsSemarang.id - Mantan Presiden Soeharto selama berkuasa tak bisa dipisahkan dengan hal-hal yang berbau klenik atau mistis. Presiden kedua Indonesia ini sebelum dijatuhkan pada 1998 dikenal sebagai sosok yang sering menjalani laku prihatin dan menyimpan banyak benda pusaka, sebagai prewangan (pegangan).
Soeharto adalah pria keturunan Jawa. Presiden yang berkuasa selama32 tahun itu, berusaha menjadikan budaya leluhur sebagai pedoman hidupnya. Tak heran jika, ia mengoleksi banyak sekali pusaka, bahkan hingga mencapai 2.000 pusaka yang “menemani” Pak Harto semasa masih hidup.
Salah satu pusakanya antara lain keris Keluk Kemukus, yang konon membuat pemiliknya bisa menghilang. Soeharto juga memboyong Topeng Gajah Mada dari Bali ke Istana Negara Jakarta pada 1965. Topeng Gajah Mada sangat dikeramatkan karena dianggap sakral.
Melansir ANTARA, Topeng Gajah Mada yang dipuja di Puri Ageng Blahbatuh, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Bali sampai saat ini masih diyakini masyarakat mampu memecahkan setiap persoalan yang ada di bumi ini. "Banyak masyarakat baik dari Bali, luar Bali bahkan luar negeri memohon berkah keajaiban topeng Gajah Mada," kata Penglingsir Puri Ageng Blahbatuh, Anak Agung Kakarsana.
Topeng itu, kata Kakarsana sempat dipakai oleh leluhurnya I Gusti Ngurah Djelantik berperang pada jaman kerajaan Blambangan. "Sesuai dengan namanya Gajah Mada, topeng itu merupakan simbol pemersatu nusantara," jelasnya.
Topeng Gajah Mada keberadaannya sangat disakralkan di Puri itu. "Sesajen tetap kami persembahkan sebagai ungkapan terima kasih," ujarnya.
Begitu juga bagi masyarakat yang memohon berkah, jelas Kakarsana mereka tak boleh sembarangan. "Sebelum memohon, mereka mesti membawa bebantenan pejati atau sarana upacara bagi umat Hindu," ujarnya.
Setelah selesai diupacarai oleh Pemangku atau pemimpin upacara umat Hindu, kata Kakarsana barulah para pemedek atau pemohon menghaturkan persembahyangan.
"Banyak yang saya tahu masalah itu bisa diselesaikan," katanya.
Kesakralan lainnya, kata dia, sewaktu-waktu topeng yang merupakan warisan Maha Patih sakti Gajah Mada itu "tedun" atau dimohon untuk ditarikan dalam sebuah pura pada saat upacara.
"Topeng itu ditarikan juga sebagai simbolis kalau upacara itu telah selesai dilakukan," katanya. Selain topeng Gajah Mada, pihak Puri juga "menyungsung" atau memuja 20 jenis topeng lainnya.
"Topeng itu sama-sama ditempatkan di gedong Raja Dani, dan dikeluarkan bila ada upacara agama, " jelasnya.
Ditulis www.historia.id, suatu hari di tahun 1980-an, Ayatroheadi, arkeolog dan guru besar Fakultas Sastra Universitas Indonesia (UI), menerima misi khusus dari orang terpenting di negeri ini, Soeharto.
Pesannya datang dari Maulana Ibrahim, kepala Bidang Pemugaran Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala. Misinya adalah mencari lokasi Mahapatih Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa. Misi ini tergolong sulit.
Satu-satunya referensi adalah karya Mpu Prapanca, Negarakertagama, yang ditulis pada tahun 1365. Apa yang bisa dilakukan oleh Ayatroheadi saat itu adalah menuju ke Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Berdasarkan penemuan beberapa situs bersejarah di sana, diduga kuat bahwa Trowulan adalah bekas ibukota Kerajaan Majapahit. Namun, Ayatroheadi sendiri masih meragukan keabsahan informasi tersebut. Ditambah lagi, temuan-temuan berbagai macam benda purbakala yang terpendam di sana mencakup luasan yang cukup besar. Sekitar 99 kilometer persegi, masuk sampai ke wilayah timur Jombang.
Setelah menjalankan lima hari ekspedisinya, Ayatroheadi pulang dan melaporkan temuannya kepada pembawa pesan rahasia. Hasilnya, nihil. Jelas berita ini cukup mengecewakan.
Maulana Ibrahim pun menuturkan pentingnya keberhasilan misi tersebut Permintaan itu datang khusus dari sang Presiden. Konon hal tersebut berasal langsung dari pesan guru spiritual Soeharto.
Pak Harto harus menginap di wilayah Jawa Timur untuk melengkapi ritual yang berhubungan dengan Topeng Majapahit. Namun, ia hanya bisa melakukannya jika sudah memastikan di mana lokasi Gajah Mada mengucapkan sumpahnya yang melegenda itu berada.
Sebelumnya di tahun 1967, Soedjono Hoemardhani, orang kepercayaan Soeharto yang juga bergelar Menteri Urusan Mistis, pernah ke Pura Penopengan, Bali untuk meminjam Topeng Gajah Mada.
Topeng Gajah Mada adalah milik Aria Rohaya, panglima perang Gajah Mada yang menaklukkan Bali. Selama 600 tahun, keturunannyalah yang bertugas menjaga topeng tersebut. Pada saat topeng dipinjamkan kepada Soeharto, penjaganya bernama I Gusti Ngurah Mantra.
Kisah ini juga sempat tercatat dalam buku yang ditulis oleh Khoon Choey Lee, mantan Dubes Singapura untuk Indonesia tahun 1970, yang berjudul, A Fragile Nation: Indonesian Crisis (1999). Dalam buku tersebut, Khoon mengisahkan tentang kejadian spiritual pada tahun 1967 tersebut.
Ketika I Gusti Ngurah Mantra membuka kotak berisi topeng Gajah Mada, konon badai menerjang seluruh pulau Bali. Menurut Gusti, kejadian tersebut berhubungan dengan kekuatan supranatural topeng tersebut, dan itu adalah pertanda bagus.
Meskipun proses peminjaman topeng tersebut juga membawa korban. Menurut Khoon, Soedjono bercerita kepadanya bahwa pengawal yang membawa topeng tersebut ke Jakarta tiba-tiba meninggal karena serangan jantung.
Topeng tersebut berada di Istana Negara selama seribu hari. Setiap malam doa khusus dipanjatkan. Sang pembaca doa duduk berhadapan dengan topeng yang terpajang. Tujuannya untuk memberkati Soeharto. Demikian penjelasan Khoon pada bukunya Hal senada juga tertulis pada buku karangan Arwan Tuti Artha: Dunia Spiritual Soeharto.
Kekuatan supranatural topeng tersebut diharapkan dapat memberikan energi magis terkait penyatuan Nusantara yang dilakukan oleh Gajah Mada. Topeng Gajah Mada kini dikeramatkan di Puri Ageng Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Bali. Hingga kini keberadaannya sangat disakralkan. (mg arif)
Editor : Maulana Salman