SEMARANG, iNewsSemarang.id – Salah satu tantangan di Indonesia adalah sampah. Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) juga mengatakan bahwa persoalan sampah masih belum juga selesai sejak ia memimpin kota Solo, Jawa Tengah.
Namun ternyata, tak hanya di Indonesia saja masalah sampah harus diperhatikan. Di luar angkasa pun masalah sampah mulai menjadi perhatian. Mengapa demikian? Masalah sampah di ruang angkasa semakin tidak bisa terkendali. Saat ini, banyak ilmuwan yang mulai kebingungan, mengingat aktivitas manusia di luar angkasa semakin tinggi sejak satelit pertama kali diluncurkan pada 1957.
Jumlah sampah angkasa yang meng-orbit Bumi melebihi 9.000 metrik ton pada tahun 2022. Sampah ini terdiri dari pesawat ruang angkasa yang tidak berfungsi, bagian pesawat luar angkasa yang ditinggalkan, dan puing-puing fragmentasi.
Tak hanya itu, sampah bertambah sebanyak lebih dari 3.509 keping puing pada tahun 2007 silam. Sampah ini disebabkan oleh rudal yang diluncurkan oleh China untuk menghancurkan satelit cuaca lama dalam uji-satelit. Belum lagi puing yang diakibatkan oleh tabrakan antar-Satelit.
Seperti satelit aktif AS, Iridium 33, dan satelit militer Rusia yang tidak berfungsi, Kosmos 2241, yang bertabrakan pada 2009 lalu. Puing-puing ini lah yang menguasai sepertiga dari puing luar angkasa yang diketahui.
Saat ini, diketahui ada lebih dari 25.00 objek yang lebih besar dari 10 cm ada di luar angkasa. Seperti yang dilansir oleh Metro, lebih dari 100 juta partikel lebih besar dari 1 mm.
Sebagain besar, jarak puing orbit adalah 2.000 km dari permukaan Bumi degan konsentrasi puing terbesar ditemukan sekitar 750-1000 km. Ketika di atas 1.000 km, puing-puing tersebut akan terus beredar di Bumi selama seribu tahun atau lebih.
Hal ini menunjukkan bahwa Bumi dikelilingi oleh cangkang puing yang meng-orbit dengan kecepatan sekitar 7-8 km/detik. Para ilmuwan dibuat kebingungan akan bagaimana mengatasi masalah sampah luar angkasa ini.
Sampah luar angkasa bisa menimbulkan risiko bagi manusia di Bumi, karena puing-puing yang tertinggal di orbit di bawah 600 km biasanya akan jatuh kembali ke Bumi dalam beberapa tahun. Rata-rata satu keping puing jatuh kembali ke Bumi setiap hari dalam 50 tahun terakhir ini.
Peningkatan populasi puing-puing luar angkasa bisa meningkatkan potensi bahaya bagi semua kendaraan luar angkasa, termasuk ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (IIS) dan pesawat luar angkasa lainnya dengan manusia di dalamnya, seperti Crew Dragon SpaceX.
"Kita perlu membersihkan dengan menemukan mekanisme yang tepat ketika kita meluncurkan objek ke luar angkasa, ada lebih sedikit puing dan jika kita bisa, bagaimana kita bisa membangun pesawat ruang angkasa yang lebih baik yang membersihkan diri mereka sendiri," kata Sarah Al Amiri, ketua UEA Space Agensi.
Sarah menambahkan bahwa, akan terjadi penambah batasan biaya dan kemampuan yang membatasi orang untuk mengakses ruang angkasa jika meminta pembuat untuk menambahkan teknologi baru ke pesawat ruang angkasa. "Tapi saya yakin dengan inovasi sejati. Anda dapat menemukan teknologi baru yang saya tidak percaya ada saat ini di mana pesawat ruang angkasa pada akhirnya dapat mengurus dirinya sendiri," lanjutnya.
Untuk mengekang pertumbuhan puing-puing orbit, NASA telah mengeluarkan persyaratan yang mengatur desain dan pengoperasian pesawat ruang angkasa. Rusia, Cina, Jepang, Prancis, dan Badan Antariksa Eropa semuanya telah mengeluarkan pedoman mitigasi puing orbit. "Saya pikir kita harus memastikan bahwa ruang bersih, sehingga kita dapat mencapai ekosistem yang kita inginkan di ruang angkasa," ucap Erika Wagner dari Blue Origin.
“Jadi kita membutuhkan kerangka peraturan yang mendukung itu, teknologi yang memungkinkan kita mencapainya dan pendorong ekonomi yang benar-benar menyatukannya,” katanya. (Mg/Revina).
Editor : Agus Riyadi