JAKARTA, iNewsSemarang.id - Pengamat telematika Roy Suryo menduga ledakan perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap) milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam beberapa waktu terakhir ini berasal dari memindahkan suara tidak sah.
Mantan anggota DPR ini mencontohkan hasil rekapitulasi suara di TPS 004 Bulakan Cibeber, Cilegon, Banten. Dari data Sirekap, PSI meraup 69 suara, sedangkan ada 1 suara tidak sah.
"Namun jika dilihat dari foto C-Hasil yang diunggah di Sirekap kondisi berbeda terlihat. Dalam foto C.Hasil suara PSI faktanya tertulis 1 suara, sedangkan suara tidak sah 69," ujar Roy dalam keterangannya dikutip, Senin (4/3/2024).
Tak hanya itu, dia mengatakan kejanggalan raihan suara PSI pada Sirekap KPU juga terjadi di TPS 009, Bendoharjo, Gabus, Gerobogan, Jawa Tengah. Dalam Sirekap KPU, kata Roy, tertulis PSI meraih 50 suara dan ada 2 suara tidak sah.
"Namun setelah ditelusuri di foto C-Hasil, suara PSI faktanya tertera 2 suara, sedangkan suara tidak sah di foto C.Hasil mencapai 50 suara," ucap Roy.
Roy mengaku tidak kaget atau merasa aneh mengetahui kejanggalan itu. Sebagai mantan anggota DPR dua periode, dia menyebut pencurian dan penggelembungan suara juga pernah terjadi pada Pileg 2009 dan 2014.
Roy mengaku kehilangan sekitar 50.000 suara pada Pileg 2009. Dirinya sempat meraih 140.000 suara, namun menyusut hingga 91.000 suara.
Dia menyebut, modus pencurian suara saat itu ada dua jenis. Pertama, kata Roy, bisa melalui oknum saksi atau penyelenggara pemilu.
"Caleg dimungkinkan untuk memindahkan suara caleg lain bisa sesama Partai, dengan bantuan oknum saksi atau lintas partai dengan bantuan oknum KPUD tersebut," ucap Roy.
"Pemindahannya pun bisa secara diam-diam alias mencuri atau memang transaksional, sepengetahuan caleg lain yang bersedia dibeli suaranya, maka di sini dikenal istilah NPWP (nomor piro wani piro)," kata dia.
Dia menilai ada persamaan kasus pencurian suara antara pileg dulu dengan sekarang. Meskipun, kata Roy, modus pencurian suara pileg masa lalu antarcaleg sesama partai.
"Waktu itu baru antarcaleg sesama partai. Kini modusnya sudah berkembang ke transaksional lintas partai bahkan mengambil suara tidak sah yang sebelumnya tidak dimanfaatkan atau akan dimusnahkan," tutur Roy. (Arni Sulistiyowati)
Editor : Maulana Salman