Cermat Menangkap Peluang
Pesatnya pertumbuhan ekonomi digital Indonesia akan menghasilkan permintaan besar akan pusat data untuk menangani semua lalu lintas itu. Ekonomi elektronik Indonesia adalah yang terbesar di Asia Tenggara, dengan perkiraan gross merchandise value (GMV) senilai USD70 miliar tahun ini, menurut laporan Bain, Google dan Temasek baru-baru ini.
Raksasa e-commerce Bukalapak melakukan IPO terbesar di negara itu pada bulan Agustus dan mengumpulkan USD1,5 miliar. Lalu setidaknya empat unicorn lokal lagi, termasuk GoTo dan Traveloka, ingin mendaftar dalam 12 bulan ke depan. Perusahaan VC menggelontorkan USD4,7 miliar ke dalam kesepakatan Indonesia hingga Juni tahun 2021, menjadi yang paling banyak diinvestasikan pada lokasi manapun di kawasan ini.
DCI berlipat ganda untuk tetap di atas. Selama dekade terakhir perusahaan telah menghabiskan USD210 juta untuk membangun empat pusat data di lokasi utama seluas 8,5 hektar di Cibitung, tepat di luar Jakarta, yang dapat ditingkatkan hingga 300MW untuk memenuhi permintaan lebih lanjut.
Otto Sugiri bersama taipan Antoni Salim. Foto: Ist
Pada bulan Mei, miliarder Anthoni Salim meningkatkan kepemilikannya di DCI dari 3% menjadi 11% sebagai bagian dari kemitraan strategis yang lebih luas antara grup Salimnya dan perusahaan.
Berdasarkan kesepakatan itu, DCI akan mengelola pusat data 15MW milik grup Salim, yang dengan sendirinya dapat diperluas hingga 600MW untuk memenuhi permintaan di masa mendatang. DCI juga diminta untuk mengawasi pusat data grup lainnya, tidak termasuk bisnis tambahan yang berpotensi berasal dari portofolio besar perusahaan dan properti grup di seluruh Indonesia dan seluruh Asia.
“Kami percaya data adalah titik penting dari digitalisasi, dan itu akan terus tumbuh secara eksponensial. DCI, sebagai perusahaan teknologi yang berkembang secara lokal dengan keahlian yang telah terbukti dalam solusi pusat data, adalah mitra strategis utama kami, ”kata Salim.
Keuangan DCI sangat mengesankan. Perusahaan membukukan kenaikan pendapatan 81%, dan peningkatan laba bersih 57% dimana pada level pertumbuhan tahunan secara total dari 2017 hingga 2020. Namun, pada tahun 2021 hingga akhir September, pendapatan tumbuh hanya 3% YoY menjadi Rp607 miliar (USD43 juta).
Sugiri menjelaskan, rendahnya angka tersebut menutupi angka pendapatan berulang yang marginnya lebih tinggi terlihat dari laba bersih yang tumbuh 24% menjadi Rp173 miliar hingga akhir September.
Salah satu tanda kepercayaan investor adalah harga saham DCI. Setelah listing pada Januari, sahamnya telah naik sekitar 11.000% hingga saat ini menjadi 44.000 rupiah baru-baru ini. Dengan nilai USD7 miliar, DCI sekarang menjadi salah satu perusahaan paling berharga di bursa saham Indonesia berdasarkan kapitalisasi pasar.
Sugiri dan dua pendiri lainnya telah menjadi miliarder berdasarkan saham mereka di perusahaan—menjadi tiga dari empat entri baru dalam daftar 50 Orang Terkaya di Indonesia tahun 2021. Kenaikan saham yang meroket membuat bursa Indonesia sempat menghentikan perdagangan saham DCI sebanyak lima kali di 2021, bahkan meluncurkan investigasi pada bulan Juni.
Sugiri mengatakan, bursa telah membebaskan perusahaan dan pemegang saham pendiri dari kesalahan apapun. Bursa menolak untuk mengomentari penyelidikan sebagai bagian dari kebijakan. Sugiri yakin keuntungan itu sebagian karena permintaan investor yang besar mengejar sejumlah kecil saham yang ditawarkan.
Editor : Sulhanudin Attar