get app
inews
Aa Text
Read Next : Forum Ormas dan LSM Bersatu Tuntut Transparansi APH dalam Kasus Penembakan Siswa SMKN 4 Semarang

Tokoh Tionghoa Semarang Prihatin, Bongpay atau Nisan Dijadikan untuk Tutup Selokan

Sabtu, 16 Maret 2024 | 03:13 WIB
header img
Pengurus PSMTI Jateng bersama Lurah Jomblang Henry Nur Cahyo di depan balai Kelurahan Jomblang saat menerima penyerahan Bongpay yang telah dikumpulkan dari masyarakat. (iNews / Mualim)

SEMARANG, iNewsSemarang.id - Berita tentang penggunaan bongpay atau nisan sebagai penutup selokan di wilayah Jalan Saputan Raya, Kelurahan Jombang, Kecamatan Candisari, Kota Semarang telah menjadi viral di media sosial. 

Hal ini menuai berbagai tanggapan dari berbagai pihak, termasuk tokoh Tionghoa Kota Semarang, Irwan Leokita W Karunia, yang merasa prihatin dengan adanya pengalihan fungsi benda penghormatan terhadap leluhur tersebut. 

"Kami prihatin ya, dengan bongpay atau (batu) nisan yang tidak terawat baik. Malah cenderung disalahgunakan dan beralih fungsi. Ada yang digunakan sebagai jembatan di atas got, tutup got dan lain lain. Padahal bongpay atau (batu) nisan itu sejatinya adalah benda penghormatan terhadap leluhur," jelas Irwan kepada Wartawan di Semarang, Jumat (15/3/2024).

Irwan menegaskan pentingnya menjaga bongpay atau nisan sebagai bagian dari budaya dan sejarah, serta mengharapkan pemerintah untuk melakukan inventarisasi dan penyelamatan terhadap keberadaannya.

"Kami berharap, undang-undang nomor 11 tahun 2010 dapat digunakan sebagai dasar untuk menginventaris dan menyelamatkan keberadaan Bongpai atau nisan yang ada," ucap Wakil Ketua Forkommas RI.

Keprihatinan juga dirasakan salah satu masyarakat pemerhati sosial F Tika Mantofani, warga Kecamatan Tembalang, Kota Semarang yang menyayangkan benda cagar budaya yang memiliki sejarah panjang peradaban manusia, khususnya di Kota Semarang, dipakai untuk menutup selokan (got) dan tidak di rawat.

"Kalau Saya pribadi menanggapi dari sisi historical (sejarah), di dalam batu nisan situ kan memang ada sejarah ya, bahkan mungkin ratusan tahun lalu, sayang kalau ada pembongkaran. Tiba-tiba ada berita kita menemukan beberapa nisan itu dipakai untuk menutup selokan, Saya rasa itu tidak etis. Apalagi dengan adanya sejarah yang tertulis di situ, pastinya itu salah satu cagar budaya," ungkapnya.

Oleh sebab itu, lanjut Tika, jika memang nantinya batu nisan itu tidak dipakai lagi bisa dikumpulkan dalam sebuah tempat penampungan tertentu, agar nilai manfaatnya masih bisa dirasakan oleh masyarakat Kota Semarang khususnya.

Selain juga sebagai upaya untuk memberikan penghormatan kepada leluhur orang-orang Tionghoa, sehingga lebih harmonis dalam memaknai nilai-nilai budaya yang berbhineka tunggal ika.

"Kita perlu untuk lebih toleran sebagai masyarakat dengan agama dan budaya yang berbhinekka tunggal ika. Seharusnya layaknya makam, perlu dihormati. Hal ini juga bisa dipertimbangkan dalam hal tata kota. Membangun kota juga perlu memikirkan aspek kultural dan aspek desain yang harmonis," tegasnya.

Tanggapan Tenaga Ahli

Tenaga Ahli Wali Kota Semarang Bidang Sosial Budaya, Immanuel Adhi Siswanto Wisnu Nugroho menilai, bahwa Bongpay atau batu nisan leluhur Tionghoa atau Cina di Indonesia itu, merupakan bagian dari warisan kebudayaan Kota Semarang yang perlu dilestarikan. 

Karena warga Kota Semarang berasal dari berbagai keturunan dan berbagai budaya, sehingga keberadaan Bongpay itu dapat dijadikan sebagai sebuah sejarah, yang dapat diinvestasikan diarsipkan dalam sebuah museum, sebagai bentuk penghargaan kepada nilai-nilai budaya yang ada di Kota Semarang.

"Karena Semarang ini identik dengan budaya Jawa, budaya Cina dan budaya Arab. Nah pemilik kebudayaan itu ingin, agar peninggalan leluhur itu bisa diarsipkan, sehingga dapat mengerti bagaimana sejarahnya. Tapi yang jelas, itu menjadi aset budaya yang besar Kota Semarang dan perlu dilestarikan sebagai bentuk penghargaan terhadap nilai-nilai budaya," terangnya.

Adhi Siswanto mengungkapkan, pihaknya sangat mengapresiasi jika ada suatu organisasi yang mau peduli dan perhatian terhadap keberadaan Bongpay yang sudah beralih fungsi menjadi tutup selokan dan lain-lain, apalagi mau juga memberikan penggantian kepada masyarakat, terkait alih fungsi tersebut.

"Kami menilai ini patut kita dukung dan kita memberikan masukan kepada Wali Kota Semarang, agar kajian ini beliau memperhatikan. Karena merupakan program yang baik, sebagai bentuk penghargaan terhadap auatu nilai-nilai budaya yang perlu dilestarikan," tegasnya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Jateng, Bambang Wuragil, menunjukkan sikap pemahaman dan optimis serta tidak mengungkit masalah tersebut. Menurutnya, mayoritas warga Kelurahan Jomblang mungkin kurang memahami sejarah bongpay tersebut.

"Kemungkinan karena beberapa tahun lalu banyak area seperti ini yang digusur dan dibiarkan terbengkalai. Kemudian dimanfaatkan oleh penduduk setempat. Sebagian mungkin digunakan sebagai tembok atau menutup saluran air. Saya rasa mereka mungkin tidak menyadari bahwa ini adalah batu nisan. Mungkin dianggap sebagai barang terbengkalai dan dimanfaatkan," ujar Bambang.

Saat ini pihaknya sedang berusaha untuk mengumpulkan dan berharap dapat meminta bantuan dari pemerintah kota Semarang.

"Selain itu, kami juga berencana untuk mengadakan seminar agar dapat memperoleh masukan dan saran tentang bagaimana cara terbaik untuk memanfaatkannya," ucap Bambang.

Melihat situasi saat ini, pihaknya pun memahami bahwa mungkin penduduk setempat membutuhkan penutup saluran air. Oleh karena itu, pihaknya akan mengganti penutup saluran ini dengan beton. 

"Kita berterima kasih ini kepada Pak Henry, Pak Lurah. Bahwa apa yang akan kita lakukan penggantian ternyata sudah dilakukan beliau. Luar biasa sekali beliau ini, tanggap sekali," ungkapnya.

Editor : Maulana Salman

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut