SEMARANG, iNewsSemarang.id – Sejarah Banteng Raiders menarik untuk diulas. Batalyon Infanteri (Yonif) 400/Banteng Raiders hari ini, Sabtu (23/3/2024), genap berusia 71 tahun.
Yonif 400/BR merupakan pasukan yang mempunyai kemampuan khusus yang latihannya digembleng di Pusdikpasus Kopassus. Batalyon yang bermarkas di Srondol Banyumanik, Kota Semarang, Jawa Tengah ini merupakan batalyon di bawah kendali langsung Pangdam IV Diponegoro.
Berdasarkan data yang dihimpun dari penerangan Yonif 400/Banteng Raider, sejak berdirinya batalyon ini sudah 12 kali berganti nama. Bermula di bawah resimen, menjadi pasukan Dharma Putra Kostrad, sampai pernah batalyon ini akan dilikuidasi menjadi Parako yang sekarang Kopassus.
Namun meski sering berganti nama, jiwa Banteng Raiders masih terus tertanam. Dari dahulu Banteng Raiders disegani kawan maupun lawan. Itu dibuktikan dalam setiap pertandingan ataupun penugasan selalu mendapatkan hasil yang gemilang.
Prajurit Banteng Raiders tidak akan pernah turun semangat. Para prajurit selalu berpedoman bahwa Pancasila dan NKRI adalah harga mati. Sejarah adalah pengalaman yang berharga. Tanpa sejarah laksana makan tanpa garam, artinya tidak terasa, tidak ada maknanya. Meski sejarah ini hanya bagian kecil dari sejarah Bangsa Indonesia.
Mengingat pentingnya sejarah satuan ini dan upaya memelihara kebanggaan, maka rangkaian sejarah tersebut telah dibukukan guna menjaga kelestarian kebudayaan satuan untuk generasi mendatang. Sehingga Yonif 400/Raider semakin solid dan mampu menghadapi tantangan tugas di masa yang akan datang.
Sejak Proklamasi 17 Agustus 1945, Negara Indonesia telah diwarnai adanya pemberontakan-pemberontakan hampir di seluruh persada, termasuk wilayah Jateng dan DIY, khususnya di wilayah Karesidenan Banyumas dan Karesidenan Pekalongan, salah satunya oleh kelompok yang menamakan dirinya DI/TII.
Sedangkan daerah yang menjadi aksi keganasan DI/TII meliputi Kabupaten Banyumas, Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes, Kabupaten Pemalang, dan Kabupaten Pekalongan Sebagai basis gerombolan DI/TII di wilayah Gunung Gajah dan Gunung Semedo.
Dalam menghadapi merajalelanya pemberontakan DI/TII yang merongrong Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan berusaha mengubah dasar Negara kita menjadi Negara Islam.
Maka TNI pada saat itu mengirimkan pasukan untuk menumpas DI/TII, namun hasilnya kurang maksimal dengan adanya banyak korban di pihak TNI dan rakyat yang tidak berdosa.
Penumpasan DI/TII yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Sarbani di lanjutkan oleh Letnan Kolonel Bachrun, Tidak membuahkan hasil maksimal. Setelah diserahkan kepada Letkol Ahmad Yani (Pahlawan Revolusi Jenderal Anumerta Ahmad Yani) yang bertugas sebagai Komandan BE-N SUB TERR-XII.
Ahmad Yani berpikir bagaimana caranya untuk menumpas DI/TII. Maka dibentuklah pasukan-pasukan kecil yang mempunyai daya gempur, daya kejut, dan bermental baja. Mereka di bentuk dengan gemblengan yang keras, bagaimana agar bias menghadapi situasi sesulit apapun.
Pasukan ini dinamakan pasukan Banteng Raiders dengan simbol kepala banteng, yang berarti apabila terluka bukanya mundur, tetapi mengamuk bagaikan banteng yang terluka. Operasi penumpasan DI/TII yang dinamakan Gerakan Banteng Nasional (GBN), yang komando operasinya bermarkas di Slawi, Tegal, Jawa Tengah, ini berhasil dengan gemilang.
Batalyon ini juga menjadi cikal bakal berdirinya Kopassus Pada tanggal 21 Mei 1952, berkat kreasi baru dari Letkol Ahmad Yani yang merupakan eksperimen dari dua kompi bergerak secara kesatuan kecil dalam melaksanakan operasi-operasi membawa suatu keuntungan dalam bertempur.
Sedangkan 2 kompi tersebut merupakan satuan terpilih dari: kompi Banteng Raiders-1 dipimpin oleh Kapten Pujadi, merupakan anggota pilihan dari Batalyon 401/Rajawali pimpinan Kapten Oemarsaid. Kompi Banteng Raiders-II dipimpin oleh Kapten Hadibroto, merupakan anggota pilihan dari Batalyon 402/Banteng Loreng pimpinan Mayor Soerono.
Kedua kompi tersebut dilatih dalam Battle Training Centre (BTC) Bandungan Sumowono, selama 6 minggu (Dasar Skep Pang Terr No. 32/b-4/D III/1952). Karena keberhasilan 2 kompi dalam melaksanakan Operasi Raid. Kemudian berdasarkan Skep Pangter Nomor 56/B-4/TT IV/1952 tanggal 2 Agustus 1952, pasukan ini ditambah 2 Kompi yang merupakan prajurit pilihan yaitu:
Kompi Banteng Raiders-III di pimpin Kapten Sugiono, merupakan anggota pilihan dari Batalion 403/Pendowo pimpinan Mayor Soedarmo. Kompi Banteng Raiders-IV dipimpin oleh Kapten Idris, merupakan anggota pilihan dari Batalyon 404/Cocor Merah pimpinan Kapten Purwoto.
Atas perintah Pangter IV untuk menambah 1 lagi Kompi Banteng Raiders-V dipimpin oleh lettu Ali Murtopo, yang diambil dari Batalyon 407/Apris pimpinan Kapten Ngadimin. Kompi Staf/Markas dipimpin oleh Karta Brata merupakan anggota pilihan dari batalyon 405/Singo Wereng, 406, dan Batalyon 407.
Berdasarkan Surat Keputusan Panglima Terr IV nomor 5/B-4/ADJEN/4/1953 tanggal 23 Maret 1953. Bertempat di Bali Kota Tegal diresmikan Batalyon 431/Banteng Raiders dengan moto/semboyan “Pantang Mundur”.
Motto ini diberikan oleh Letkol Ahmad Yani. Organisasi ini merupakan sandi ROI-I, sedangkan sebagai komandan batalyon (Danyon) pertama yaitu Kapten Hardoyo. Batalion Banteng Raiders pertama ini mendapat julukan BR I.
Selanjutnya anggota 431/BR yang di bentuk saat itu di ambil dari anggota-anggota pilihan dari seluruh kesatuan yang ada di daerah Teritorium IV dan langsung dilatih serta digembleng oleh Letkol Ahmad Yani.
Batalion pada saat itu bernama Banteng, karena di dalam melaksanakan operasi penumpasan DI/TII mengunakan gerakan-gerakan taktik nonkonvensional, yakni gerakan-gerakan Raid (taktik ayam alas dan nyudung) dan berhasil sehingga batalyon ini sangat terkenal dengan nama Batalion Banteng Raiders.
Bisa dikatakan, batalyon inilah pelopor adanya satuan-satuan Raiders yang ada di Indonesia Peremajaan Batalyon Infanteri 401/Banteng Raiders di mulai pada awal tahun 1958, dengan menyaring kembali anggota BR I sebagai inti, dan tenaga tambahan di ambil dari tamtama remaja yang telah menempuh diklat di Depo 2.
Selanjutnya di latih BTC Sapta Arga yang berada di Purworejo Generasi ini disebut BR II dengan julukan Si Gudel (anak kerbau), karena mayoritas anggota belum pernah operasi.
Pada awal tahun 1961, Batalion Banteng Raiders menempuh Kualifikasi Raiders di Bruno dan melanjutkan pendidikan Para, sehingga menjadi Yonif dengan Kualifikasi Para.
Editor : Ahmad Antoni