get app
inews
Aa Read Next : 10 Tempat Ngabuburit di Kota Semarang, Cocok untuk Menunggu Waktu Buka Puasa

Pementasan Sang Panggung di Taman Indonesia Kaya, Sarat Pesan dan Muatan Moral

Jum'at, 05 Juli 2024 | 05:41 WIB
header img
Teater Lingkar kembali menggelar pementasan dengan lakon ‘Sang Panggung”. Naskah lakon bertajuk “Nyi Panggung” karya Eko Tunas diadaptasi sutradara Sindhunata Gesit Widharto menjadi “Sang Panggung”. (IST)

SEMARANG, iNewsSemarang.id - Teater Lingkar kembali menggelar pementasan dengan lakon Sang Panggung.  Naskah lakon bertajuk Nyi Panggung karya Eko Tunas diadaptasi sutradara Sindhunata Gesit Widharto menjadi Sang Panggung ini dipentaskan di Taman Indonesia Kaya, Semarang.

Lakon Sang Panggung ini pernah dipentaskan empat tahun lalu sekaligus merupakan karya yang diajukan sebagai Tugas Akhir Program S2 Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta jadi tesisnya dengan tajuk Pakeliran Sampakan “Sang Panggung“.

Lakon “Sang Panggung” yang ditaja Teater Lingkar ini mengusung kisah kesenian tradisi “Ketoprak Tobong” merupakan gambaran kekinian seni tradisi yang terasing di kampungnya sendiri. 

“Era globalisasi dengan dukungan teknologi yang canggih tak bisa dibendung tanpa henti terus membobardir hingga pelosok-pelosok kampung dan ruang privat. Apalagi dengan hadirnya gajet yang semakin canggih menyita berbagai aktivitas kehidupan manusia,” kata Sindhunata Gesit Widharto, Kamis (4/7).

Seni tradisi seperti Ketoprak Tobong Eko Mardhika, hidupnya penaka kerakap di atas batu. Ini merupakan sebuah ujaran yang pas untuk menggambarkan kehidupan ke(seni) an tradisi warisan leluhur saat ini. 

“Hidup segan mati tak mau. Kesenian tradisi makin terjerembab ke jalan sunyi meuju kematian.Teater GugatPersembahan Teater Lingkar yang sudah membumi 44 tahun di Kota Semarang lewat pementasan ini menggugat keadaan yang fana ini,” ujarnya.

Menurutnya, seniman tradisi untuk mempertahankan eksistensi harus beradaptasi dengan jaman penonton milinial dan generasi Gen Z. 

Pementasan lakon ”Sang Panggung” ini didukung para pelaku dari anggota Teater Lingkar (Semarang) antara lain; Denmas Eko/Dalang (Sindhu), Nyi Gadhung Mlathi (Niken), Darbol (Kris Ganza), Bandhot/Bandhung Bandhawasa (Roso Power) Laras/Lara Jonggrang (Ning), Paimin (Tatang), Jabrud (Pay) Tukang Pijat (Budibobo), Bodrex/Prabu Baka (Prieh Raharjo), Jujuk (Dwiq), dan para penari.Sang sutradara Sindhunata mengatakan, kalau dia merombak habis-habisan naskah “Nyi Panggung” menjadi “Sang Panggung. 

Sindhu yang juga dikenal sebagai dalang ini atas seijin penulisnya yang hanya mengambil ruh, tema dan semangat lakon yang ditulis Eko Tunas. Konsep Pakeliran Sampak’an “Sang Panggung” ini merupakan pementasan bentuk perpaduan antara pakeliran wayang kulit, tari, teater tradisi (ketoprak) dalam satu panggung besar yang terbagi dalam beberapa panggung kecil.

“Kalau dalam “Nyi Panggung” hanya satu pemeran (Nyi Panggung) yang jadi fokus cerita atau daya tarik cerita, tetapi dalam “Sang Panggung” besutan Sindhu ini , semua pemain punya peran sesuai dengan tokoh yang dimainkannya,” ujarnya. 

Pementasan “Sang Panggung” ini lebih kompleks, meriah, dan menarik, apalagi naskah ini digarap dengan konsep sampakan.Dialog-dialog dalam pementasan ini mengusung narasi berupa persoalan-persoalan kehidupan keseharian awak panggung. 

Dialog-dialognya juga menarasikan kegelisahan tentang keberlangsungan kehidupan seni tradisi yang selama ini digeluti dan jadi satu-satunya tumpuan kehidupannya. 

Hingga menukik kepersoalan bangkrutnya kesenian tradisi.Dikisahkan, Denmas Eko (yang diperankan Sindhunata) pemilik tobong ketoprak Eko Mardhika yang didukung awak ketopraknya mencoba untuk bertahan hidup dengan segala daya upayanya agar tobong kehidupannya tak bangkrut. Pergelaran lakon “Sang Panggung” ini sarat pesan dan muatan moral. 

Sindhunata menerangkan Sang–adalah sesuatu yang terhormat. Sedangkan Panggung dalam hal ini merupakan ruang yang tak terbatas dan sebagai tempat dalam menumbuhkembangkan kreativitas seni tradisi yang elok, agar tak tergusur tetapi juga disukai milenial bertumbuhkembang dan lestari. 

“Ada optimisme yang ditawarkan Teater Lingkar dengan etos kerja dan semangat seni tradisi harus tetap bertahan untuk mewarnai kehidupan agar tak kering dan fana. Hidup jadi lebih hidup,” ujar Sindhu.

“Perlunya me-make over garapan ketoprak agar lebih kekinian, berani keluar dari zona nyaman, dan kebaruan yang ditawarkan bisa dipertanggungjawabkan dengan wangun dan mungguh,” ujarnya.

Editor : Ahmad Antoni

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut