"Sekitar tahun 1960, dilakukan pembongkaran makam lagi oleh pemerintah untuk dimakamkan kembali di Taman Makam Pahlawan (TMP) Giri Tunggal. Namun, baru 40 kerangka yang dipindahkan," katanya.
Di antara nama-nama pejuang yang gugur di tempat itu, yakni Kiai Anwar dari Solo, Kiai Tohar dari Boyolali, Kiai Sarju dari Kepatihan Solo, serta Hasan Anwar sebagai pimpinan Sabilillah dan Subakir dari Klaten sebagai pimpinan Hizbullah.
Selama ini, banyak masyarakat yang berziarah ke tempat tersebut, termasuk dari sanak keluarga pahlawan, dan masyarakat sekitar juga rutin menggelar haul setiap bulan Muharram.
"Kebetulan, peristiwa itu terjadi pada 11 Muharram 1366 Hijriah. Awalnya, haul diadakan setiap 11 Muharram, tapi sekarang pada minggu kedua bulan Muharram. Haul diisi dengan khataman Al Quran dan pengajian," kata Ponidi yang juga juru kunci Makam Syuhada.
Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-79 Republik Indonesia, Ponidi berharap keberadaan rumah tersebut mendapatkan perhatian dari pemerintah karena merupakan saksi sejarah pertempuran melawan penjajah di Semarang.
Di dalam rumah tersebut, dinding dan pilar rumah masih terlihat berdiri kokoh, namun plafon sudah jebol dan beberapa genting hilang, serta sudah beberapa kali tergenang banjir.
"Karena kondisinya memang perlu pembenahan ya. Bisa dilihat sendiri, sudah banyak yang rusak. Karena ini masih asli ya. Kalau kayunya jati, tapi butuh perawatan. Kami berharap pemerintah memberikan perhatian," katanya.
Editor : Ahmad Antoni