JAKARTA, iNewsSemarang.id - Pemerintah harus mewaspadai daya beli dan jumlah kelas menengah yang turun. Jika itu terus terjadi, imbasnya bisa mengarah kepada revolusi.
Hal itu diungkapkan oleh ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bustanul Arifin.
Menurutnya, revolusi bisa terjadi apabila fenomena masyarakat kelas menengah turun kelas dibiarkan. Hal itu berkaca pada fenomena yang kerap terjadi di negara-negara Amerika Latin.
"Dalam beberapa pengalaman negara lain, terutama di Amerika Latin, kekosongan kelas menengah juga berdampak buruk. Jika menurun terlalu jauh dan menjadi kosong, kita khawatir akan terjadi revolusi," kata Bustanul dalam diskusi publik bertajuk ‘Kelas Menengah Turun Kelas’ pada Senin (9/9/2024).
Apalagi di negara-negara Amerika Latin, kata Bustanul, dengan struktur kelas yang sangat timpang hal itu menyebabkan masyarakat kelas menengah tertekan. Akibatnya, terjadi kekosongan kelas menengah.
"Lihat sejarah di Amerika Latin, seperti di Kolombia, Panama, dan Venezuela. Di sana, kelas menengahnya kosong. Jumlah tuan tanah besar, tetapi kelas menengahnya sedikit, dan mereka melompat ke kelas bawah yang informal. Ini sangat berbahaya," ucapnya.
Bustanul berpendapat jika struktur perekonomian mengalami kekosongan kelas menengah, hal tersebut akan berdampak buruk terhadap perekonomian negara secara keseluruhan.
"Indonesia harus belajar banyak dari konteks negara-negara Amerika Latin. Demokrasi mereka semu. Apakah kita akan menuju ke sana dengan oligarki yang turun ke bawah," ujarnya.
Editor : Ahmad Antoni