SEMARANG, iNewsSemarang.id - Kebijakan Overdimension Overloading (ODOL), Dinas Perhubungan Jawa Tengah, dikeluhkan para pengemudi angkutan darat.
Tak sekedar mengeluh, para pengemudi yang tergabung dalam Aliansi Pengemudi Independen (API) Nasional, juga mendesak pemerintah agar memberikan solusi terbaik bagi para sopir angkutan darat.
Hal itu disampaikan Ketua API Nasional, Suroso usai audensi di ruang rapat Terminal Mangkang, Jum'at (13/9/2024). Menurut Suroso, pelanggaran yang dilakukan para sopir terkait kebijakan ODOL dilakukan karena untuk menutupi kebutuhan hidup.
"Yang dikeluhakan selama ini kebijakan overload, nah adanya melanggar itu karena untuk menutup biaya operasional, kalau tidak melanggar seperti ini, pasti tidak akan mencukupi biaya operasional temen-temen semua," kata Suroso.
Oleh karena itu, Suroso meminta kepada pemerintah, jika memang kebijakan ODOL diterapkan, ia meminta agar juga ditetapkan tarif dalam angkutan barang, sebagai solusi dan kebaikan bersama, karena permasalahan ini telah bertahun-tahun.
"Kita meminta pemerintah untuk memikirkan para pengemudi, bisa menetapkan tarif batas atas dan batas bawah," ujarnya.
"Kita juga kan membantu pemerintah untuk memutar roda ekonomi bangsa, supaya mau memperhatikan nasib temen-temen pengemudi. Ini mohon maaf, gaji supir dengan buruh pabrik aja maaih tinggi mereka, padahal resiko kita sangat tinggi, sampai saat ini bagaimana kesejahteraan pengemudi, padahal kita juga buruh profesi, tidak semua orang bisa mengemudi angkutan berat," tandasnya.
Ia juga menceritakan, bahwa saat ini para supir angkutan barang, tidak lagi didampingi oleh kernet, karena tidak adanya biaya untuk membayar kernet. Hal ini juga yang menurutnya dapat berpotensi menimbulkan laka.
"Supir saat ini tidak pada bawa kernet, kalau di era saya tahun 90an sampai 2001 itu masih pakai, ya karena tidak ada biaya untuk membayar kernet," tuturnya.
Sedangkan, Ardono, Kepala BPTD Kelas II Jawa Tengah, meyatakan bahwa standarisasi tarif yang diusulkan oleh API Nasional, mengaku kesulitan jika harus menetapkan, karena menurutnya terdapat barang atau komoditas yang memang tidak bisa terapkan tarif, lantaran tempat asal dari barang tersebut berbeda-beda, namun untuk komoditas tertentu seperti semen yang sudah memiliki tempat asal yang jelas, dan bisa dikalkulasi untuk harga perkilometer.
"Lha kalau dari jenis yang perkebunan, buah-buahan, itu sangat sulit, sehingga akhirnya dipahami bahwa tidak semudah itu untuk menetapkan tarif, contoh saja seperti disatu kota yang menghasilkan sayur, yang dari gunung dan didataran rendah saja beda, jadi timbul persaingan tidak sehat kalau diterapkan kaku, jadi ya kami serahkan ke pasar, yang penting biaya operasional tertutup dan ada keuntungan," ujarnya.
Walaupun begitu, ia menyatakan bahwa hasil audiensi dari API Nasional hari ini akan dilaporkan ke pimpinan, sehingga nantinya dapat menjadi pertimbangan dan akan dilakukan kesepakatan pada minggu depan.
"Ya jadi sudah sepakat, bahwa hasil rapat ini akan dikerucutkan dan laporan bersama ke pimpinan masing-masing dan ditandatangani oleh peserta rapat," pungkasnya.
Editor : Agus Riyadi