"Belajar tentang komunikasi memberikan saya pemahaman yang lebih baik untuk menyampaikan pikiran dan perasaan kepada orang lain," ungkapnya dikutip dari Antara.
Sebagai seorang difabel, Amin menghadapi berbagai tantangan selama masa kuliahnya. Salah satu kesulitan terbesar adalah navigasi saat di kampus. Momen paling menantang muncul ketika ia harus menyusun tugas akhir.
Di saat teman-temannya juga disibukkan oleh proyek mereka, Amin merasa terisolasi saat mencari referensi dan berdiskusi. "Meskipun teknologi memudahkan pencarian informasi, kadang saya merasa terputus dari orang lain," jelasnya.
Namun, pengalaman paling berkesan bagi Amin terjadi saat PBAK. Di momen itu, ia merasakan kehangatan dan dukungan dari teman-teman barunya, yang mengubah pandangannya yang sebelumnya pesimis terhadap interaksi sosial.
"Perasaan diterima sangat berarti bagi saya, mirip dengan saat berkumpul bersama teman-teman difabel," katanya. Keberhasilan Amin dalam menghadapi tantangan ini menunjukkan ketekunan dan keberanian yang luar biasa.
Setelah lulus, Amin berharap dapat menemani orang tuanya yang sudah lanjut usia dan melanjutkan hasratnya dalam menulis. Ia ingin merampungkan novel yang telah lama ia impikan.
Dalam menghadapi perjalanan kuliahnya yang penuh liku ini, Amin memberikan motivasi bagi rekan-rekannya. Ia mendorong mahasiswa untuk bertanya pada diri sendiri tentang alasan mereka berkuliah dan mengingat orang-orang yang berjuang mendukung mereka.
"Motivasi terbaik datang dari dalam diri. Ingatlah orang-orang yang berharap dan berdoa untuk kesuksesan kita," tegasnya.
Editor : Ahmad Antoni