SEMARANG, iNewsSemarang.id - Manusia pasti memiliki masalah yang ditanggungnya dalam hidup, bagaimana individu tersebut menyelesaikan masalahnya dengan bijak atau menghindar.
Dilihat di Indonesia sendiri dari data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) dan Badan Reserse Kriminal Kepolosian RI (Bareskrim Polri) tahun ini Januari-Oktober 2024 kasus bunuh diri menyentuh angka 1.023 kasus.
Bunuh diri merupakan upaya sadar individu untuk mengakhiri hidupnya yang bertujuan untuk meninggal.
Dengan kata lain, bunuh diri adalah sebuah tindakan yang dilakukan individu secara sengaja untuk mengakhiri hidupnya yang melibatkan pemikiran, perencanaan, atau tindakan yang nyata berfokus pada kematian menjadi jalan keluar dalam menyelesaikan masalah, atau tekanan hidup yang berat.
Bunuh diri tidak hanya terjadi pada orang dewasa saja namun remaja, siswa atau seseorang dengan gangguan mental.
Kejadian bunuh diri ini tidak hanya memiliki dampak sejenak saja pada keluarga, teman, dan orang sekitar, tetapi juga dampak jangka panjang pada mereka yang ditinggalkan.
Lalu apa saja yang harus di perhatikan? Mengenali gejala awal dan memahami penyebab adalah langkah sangat penting dalam mencegah bunuh diri, biasanya gejala yang muncul mencakup perubahan emosional, perilaku, pola tidur, pola makan, penyalahgunaan zat atau obat, serta pernyataan yang mengindikasikan keputusan.
Dari segi emosional, individu yang berada dalam situasi mental yang berat cenderung memiliki kecemasan tinggi atau depresi berkepanjangan.
Peningkatan rasa marah dan frustasi tanpa alasan jelas, perubahan perilaku tersebut dapat menjadi indikator yang penting.
Menghindari interaksi sosial dan mengisolasi diri dari orang terdekat dan masyarakat luar. Kehilangan minat pada aktifitas sehari-hari.
Pola tidur yang berantakan, bisa diakibatkan oleh stress berat sehingga individu mengalami insomnia.
Perubahan pola makan, perubahan ini bisa mengacu pada penambahan atau penurunan pola makan yang dapat menimbulkan dampak buruk pada kesehatan.
Penyalahgunaan zat dan obat, seperti mengkonsumsi alkohol atau obat anti depresan secara berlebihan dapat mempengaruhi mental dan meningkatkan perasaan putus asa.
Berikut akan ditampilkan contoh nyatanya yang berkaitan tentang topik kali ini. Kejadian ini nyata terjadi di Desa, Ngabean, Boja, Kendal, Jawa Tengah.
Diduga karena depresi, pemuda (28 tahun) ditemukan gantung diri di rumahnya menggunakan sarung pada hari Rabu pukul 09.00 WIB.
Menurut kesaksian keluarga, sebelumnya korban sempat bersama ayahnya pada rabu pagi untuk pergi berkunjung ke Desa Salamsari setelah diundang oleh istri korban untuk bermusyawarah membahas rencana pengobatan korban ke daerah Pedurungan Kota Semarang.
“Musyawarah itu karena dalam sebulan terakhir ini korban mengalami halusinasi dikejar-kejar orang banyak dan hendak dikeroyok,” jelas Kapolsek Boja AKP Sariyanto.
Diduga korban melakukan gantung diri dikarenakan depresi. Hal tersebut turut dikuatkan oleh keterangan orang tua korban lantaran setahun yang lalu korban pernah berobat ke poli Jiwa RSUD Soewondo Kendal.
Lalu satu bulan terakhir ini korban sering merasa ketakutan atau berhalusinasi karena merasa hendak dikeroyok orang banyak.
Korban suatu kasus bunuh diri mungkin saja mengalami tekanan dari ketidaksadaran, dimana dorongan agresif dan rasa malu berkonflik dengan norma sosial dan harapan keluarga.
Halusinasi yang dialaminya bisa dilihat sebagai dampak dari konflik tersebut. Perasaan cemas dan ketakutan yang sering muncul akibat tekanan psikologis korban yang tidak teratasi.
Selain itu, pengalaman traumatis atau penolakan yang korban alami dapat menyebabkan kemarahan yang diarahkan ke diri sendiri.
Dalam konteks ini kita bisa menganalisis kasus bunuh diri tersebut dengan teori psikoanalisis dan kognitif.
Bunuh diri yang dilakukan korban sebagai upaya mengakhiri penderitaan psikologis yang dialami selama setahun terakhir. Penderitaan psikologis yang tidak tertahankan mencerminkan perjuangan antara id (dorongan dasar), ego (realitas), dan superego (norma sosial).
Hal-hal yang dapat mencegah seseorang memiliki pikiran untuk bunuh diri dengan melakukan pendekatan pada individu yang mengalami perbuhan perilaku, seperti tiba-tiba menjadi pendiam, pemarah atau senang berlebihan.
Perubahan perilaku secara tiba-tiba tanpa alasan yang jelas dapat menjadi indikasi awal seseorang terkena suatu masalah.
Selanjutnya dapat melakukan terapi.
Dengan catatan individu tersebut sudah menunjukan setidaknya 3 gejala (catatan gejala sebelumnya) yang muncul.
Beberapa terapi dapat membantu mengurangi, bahkan bisa menghilangkan pemikiran untuk mengakhiri hidup.
Psikoterapi adalah salah satu metode pemulihan yang efektif dan biasanya diberikan kepada individu dengan gangguan depresi.
Terdapat dua jenis psiko terapi yang efektif yaitu: Terapi Perilaku Kognitif (CBT) individu yang pernah mencoba untuk mengakhiri hidup serta orang dengan gangguan kecemasan dapat melakukan terapi tersebut untuk memulihkan mentalnya.
Selanjutnya Terapi Perilaku Dialektik (DBT) individu dengan gangguan kepribadian ambang (borderline personality disorders) dan individu yang menunjukan perilaku akan bunuh diri secara berulang dapat memiliki melakukan terapi DBT ini.
Selain terapi Psikoanalisis, terdapat juga Terapi Elektrokonvulsif (ECT). Terapi ini melibatkan dokter yang akan menganastesi individu untuk dilarikan arus listrik dalam jumlah kecil ke dalam saraf otaknya.
Dibandingkan terapi yang lainnya, terapi ini memiliki persentase keefektifan yang cukup tinggi untuk menangani pasien dengan gejala depresi mayor dan skizofrenia. Namun terapi ini juga memiliki efek samping seperti kehilangan memori jangka pendek.
Sebelum melakukan terapi ini, dokter akan menyelenggarakan serangkaian tes untuk memastikan pasien sebelum melakukan tes ECT tersebut agar meminimalisir risiko efek samping.
Penulis: Mahasiswa Psikologi SCU
Taniza Dwi Candra
Refael Claudia Wouran
Claraditha Ayu Shauma
Davina Endrianita N
Putri Nuril Ramadin
Nasywa Annisa Faiza N
Editor : Maulana Salman