get app
inews
Aa Text
Read Next : Berbagi Ramadan, RS Samsoe Hidajat Beri Edukasi Kesehatan kepada Warga dan Komunitas di Semarang

Wacana Ojol Jadi Karyawan Tetap, Begini Respons Berbagai Pihak

Kamis, 01 Mei 2025 | 12:32 WIB
header img
Ratusan driver ojol (ilustrasi/Dok)

JAKARTA, iNewsSemarang.id - Tuntutan dari Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) yang disampaikan pada keterangan tertulis 29 April 2025, meminta agar pengemudi ojek online (ojol) dijadikan pekerja tetap sebenarnya telah menjadi topik diskusi dari berbagai pihak sejak lama.

Wacana ini muncul sebagai respons terhadap kekhawatiran mengenai perlindungan yang kurang memadai bagi para pengemudi, terutama dalam hal jaminan sosial dan hak-hak pekerja lainnya. 

Menurut ASPEK Indonesia, dengan menjadikan pengemudi ojol sebagai pekerja tetap, mereka akan memperoleh perlindungan yang lebih baik seperti tunjangan kesehatan, asuransi, dan jaminan pensiun yang selama ini belum sepenuhnya mereka terima dalam status kerja yang fleksibel. 

Namun, kebijakan ini juga memicu beragam pendapat dari berbagai pihak, mulai dari ahli ekonomi, aplikator, hingga pengemudi itu sendiri. Beberapa pihak menyambut baik ide tersebut, karena dianggap dapat memberikan rasa aman dan stabilitas ekonomi bagi pengemudi. 

Di sisi lain, ada pula yang khawatir Wacana menjadikan pengemudi ojol sebagai pekerja tetap mendapat perhatian dari berbagai ahli ekonomi yang menilai dampaknya terhadap industri ini serta ekonomi digital secara keseluruhan. 

Di satu sisi, ada yang melihatnya sebagai langkah positif dalam memberikan perlindungan lebih kepada pengemudi, namun ada pula yang menganggapnya dapat merugikan banyak pihak. 

Nailul Huda, Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), mengingatkan bahwa jika kebijakan ini diterapkan, harus dipikirkan apakah struktur gaji tetap akan menciptakan insentif yang memadai bagi pengemudi. 

“Dengan model fleksibel yang ada sekarang, pengemudi dapat bekerja sesuai dengan permintaan pasar dan mendapatkan penghasilan yang bervariasi. Jika diubah menjadi pekerja tetap, jumlah pekerjaan yang dapat diambil akan terbatas, yang mungkin akan merugikan mereka yang bergantung pada penghasilan lebih tinggi saat jam sibuk,” ujar Nailul dikutip Kamis (1/5/2025).

Nailul juga menekankan pentingnya mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi bagi para pengemudi yang selama ini mendapat manfaat dari sistem fleksibel tersebut. Wijayanto Samirin, Ekonom Senior Universitas Paramadina, mengusulkan agar kebijakan ini dipertimbangkan dengan hati-hati. 

"Kebijakan ini harus dilihat dari berbagai aspek, tidak hanya dari sisi perlindungan sosial tetapi juga dampaknya terhadap model bisnis dan daya saing industri. Jika status pengemudi diubah, bisa jadi banyak orang yang menginginkan pekerjaan fleksibel dengan pendapatan harian akan kehilangan kesempatan,” kata Wijayanto.

Ia menambahkan bahwa kebijakan seperti ini harus mempertimbangkan keseimbangan antara perlindungan pekerja dan keberlanjutan industri yang dapat menyediakan banyak peluang kerja dengan fleksibilitas tinggi. Pendapat dari pihak aplikator mengenai wacana ini juga beragam. 

Tirza Munusamy, Chief of Public Affairs Grab Indonesia, menyampaikan bahwa kebijakan ini justru bisa merugikan ekosistem transportasi digital yang telah terbentuk. "Jika pengemudi menjadi karyawan, maka akan ada seleksi, kuota, dan pembatasan jam kerja. Saat ini, siapa pun bisa mendaftar dan langsung bekerja tanpa batasan waktu,” jelas Tirza.

Ia juga mengingatkan bahwa skema kerja saat ini justru berfungsi sebagai bantalan sosial bagi banyak orang, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi. “Jika kita ubah semuanya jadi karyawan, barrier to entry akan naik. Hanya sebagian orang yang akan bisa bekerja, sementara jutaan yang lain kehilangan akses untuk mencari nafkah,” ungkap Tirza. 

Dampaknya tidak hanya akan dirasakan oleh para mitra pengemudi, tetapi juga pada banyak usaha kecil dan menengah (UMKM) yang bergantung pada layanan GrabFood, GrabMart, dan lainnya.

 Lebih lanjut, Tirza juga menambahkan bahwa jika pengemudi diubah menjadi pekerja tetap, perusahaan akan menanggung biaya tetap yang mungkin tidak selalu sebanding dengan tingkat permintaan.

“Biaya operasional bisa melonjak, yang pada akhirnya akan berdampak pada harga layanan yang harus dibayar oleh konsumen,” tambahnya. 

Agung Yudha, Direktur Eksekutif Modantara, menyatakan bahwa kebijakan ini perlu dilihat dari perspektif keberlanjutan industri serta akses masyarakat terhadap pekerjaan. 

"Menjadikan pengemudi ojol sebagai pekerja tetap dapat mengubah keseimbangan yang sudah ada antara fleksibilitas kerja dan akses ekonomi. Jika status mereka berubah, sektor ini akan kehilangan karakter inklusivitas yang membuatnya dapat diakses oleh hampir semua orang," ujarnya.

Modantara juga menyoroti bahwa perubahan ini akan mempengaruhi tidak hanya para pengemudi, tetapi juga masyarakat yang bergantung pada layanan ojol sebagai sarana transportasi murah dan cepat. Maman Abdurrahman: Memasukkan Ojol Sebagai UMKM Sebagai Jalan Tengah Namun, di tengah perdebatan mengenai status pengemudi ojol, ada pula solusi yang dianggap sebagai jalan tengah yang tepat. 

Maman Abdurrahman, Menteri Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), mengusulkan agar pengemudi ojol dimasukkan sebagai bagian dari pelaku UMKM. Gagasan ini mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk ekonom Wijayanto Samirin, yang menilai bahwa ini adalah langkah yang sangat tepat. 

"Driver ojek online akan mendapatkan keuntungan jika masuk dalam kategori UMKM, salah satunya pengembangan usaha dan kredit perbankan. Saya lihat ini justru bagus. Dengan bendera sebagai UMKM, mereka bisa bertumbuh kegiatannya, dari sebagai driver saja hingga merambah aktivitas bisnis lainnya. Ada peluang berkembang, merambah bisnis lain. Selain itu, akses kredit bersubsidi untuk UMKM dan berbagai program di bawah Kementerian UMKM," ujar Wijayanto.

Pendapat serupa juga disampaikan oleh Izzudin Al Farras, Head of Center Digital Economy and SMEs Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), yang melihat gagasan ini sebagai jalan tengah yang memungkinkan para pengemudi untuk tetap mempertahankan fleksibilitas kerja sambil mendapatkan keuntungan dari berbagai program UMKM. 

"Jika aspek tentang kerangka kebijakan yang memastikan bahwa pengemudi ojol harus terdaftar sebagai UMKM itu ada, maka ini membuka kesempatan bagi pengemudi untuk mendapatkan benefit sebagai pelaku usaha, misalnya terkait pelatihan literasi keuangan dan literasi digital," ujarnya pada 25 April 2025. 

Selain itu, ia menambahkan bahwa dengan menjadi bagian dari UMKM, pengemudi ojol juga bisa memperoleh manfaat dari jaminan sosial yang lebih terjamin. Nailul Huda, Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), juga mendukung gagasan ini, dengan catatan bahwa pengaturan yang lebih tepat harus berada di bawah Kementerian UMKM. 

"Maka, sudah sewajarnya memang pengaturan untuk saat ini paling tepat di bawah Kementerian UMKM. Atas dasar itu pula, bentuk kemitraan tidak boleh seperti tenaga kerja yang mengharuskan bekerja sekian jam dan sebagainya. Aturan juga harus dibuat bersama dengan asosiasi driver dengan konsep setara, termasuk tarif," tambah Nailul.

Bagi banyak pengemudi, menjadi pekerja tetap tentu memberikan keuntungan berupa jaminan sosial dan pendapatan yang lebih stabil. Namun, bagi sebagian besar pengemudi, fleksibilitas kerja adalah nilai utama yang mereka nikmati dalam profesi ini. 

Agus, seorang pengemudi ojol di Jakarta, mengungkapkan, “Saya memilih menjadi driver ojol karena saya bisa bekerja sesuai dengan waktu saya sendiri. Kalau saya jadi pekerja tetap, saya khawatir akan kehilangan kebebasan ini. “Selain itu, beberapa pengemudi juga khawatir bahwa dengan status pekerja tetap, mereka akan dibebani kewajiban untuk memenuhi target tertentu atau bekerja pada jam-jam tertentu yang bisa mengurangi penghasilan mereka. "Penghasilan saya seringkali lebih tinggi saat jam sibuk atau di lokasi yang banyak menawarkan penumpang," tambah Agus. 

Siti, seorang pengemudi ojol di Yogyakarta, juga menyatakan, "Saya lebih pilih seperti sekarang bisa narik kapan saja pas saya bisa. Jadi bisa antar sekolah dulu, baru jalan onbid. Kalau harus jadi karyawan tetap, saya nggak yakin apa saya terpilih atau malah saya dan ojol-ojol lainnya malah putus mitra dan nggak punya kerjaan pengganti. Ini lebih seram kata saya.” 

Implikasi Jangka Panjang: Efek pada Ekosistem Digital dan Pekerja Lainnya Jika kebijakan ini diterapkan, dampaknya mungkin tidak hanya dirasakan oleh pengemudi ojol, tetapi juga pekerja di sektor digital lainnya, seperti kurir makanan atau pengemudi pengantaran barang. Mereka juga kemungkinan akan menginginkan perlakuan yang sama. 

Hal ini dapat menciptakan tekanan pada kebijakan untuk menjadikan lebih banyak sektor pekerjaan digital sebagai pekerjaan tetap, yang dapat memperumit regulasi dan kebijakan industri secara keseluruhan. Menjadikan pengemudi ojol sebagai pekerja tetap adalah isu yang memerlukan kajian mendalam dan pertimbangan hati-hati. 

Meskipun banyak yang sepakat bahwa pengemudi membutuhkan perlindungan lebih dalam bentuk jaminan sosial, langkah ini tidak boleh mengorbankan fleksibilitas yang menjadi daya tarik utama profesi ini. Dengan pendekatan yang bijaksana, kebijakan ini dapat menciptakan keseimbangan antara perlindungan sosial dan keberlanjutan industri yang menguntungkan semua pihak. Gagasan Maman Abdurrahman untuk memasukkan pengemudi ojol sebagai pelaku UMKM bisa menjadi jalan tengah yang dapat memastikan pengemudi tetap memperoleh manfaat sebagai UMKM tanpa mengurangi fleksibilitas yang telah mereka nikmati.
 

Editor : Ahmad Antoni

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut