Kanwil Kemenkum Jateng Gelar Pendalaman Materi Perda: Bahas Eksistensi Sanksi Pidana Pasca KUHP Baru

SEMARANG, iNewsSemarang.id - Kantor Wilayah Kementerian Hukum Jawa Tengah menyelenggarakan kegiatan Pendalaman Materi Pembinaan Perancang Peraturan Daerah dan Sosialisasi Pedoman Indeks Penilaian Reformasi Hukum dengan mengangkat tema “Eksistensi Sanksi Pidana dalam Peraturan Daerah Pasca Diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)”, pada Rabu (25/06) di Aula Kresna Basudewa.
Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Kepala Kanwil Kemenkum Jateng Heni Susila Wardoyo yang diwakili Kepala Divisi Peraturan Perundang-Undangan dan Pembinaan Hukum, Delmawati, yang menyoroti isu krusial dalam KUHP nasional terbaru, khususnya terkait kewenangan daerah dalam menetapkan sanksi pidana melalui Peraturan Daerah (Perda).
“Salah satu isu krusial yang menjadi perhatian dalam KUHP baru ini adalah eksistensi sanksi pidana dalam Peraturan Daerah. Kita menyadari bahwa selama ini, Perda sering dijadikan dasar dalam pengaturan norma-norma yang memuat ketentuan pidana, terutama dalam konteks ketertiban umum, kebersihan, dan pelanggaran administratif lainnya. Namun dengan hadirnya KUHP nasional yang baru, perlu ada harmonisasi dan penyesuaian agar tidak terjadi tumpang tindih maupun pelanggaran terhadap prinsip legalitas dan hierarki perundang-undangan,” jelas Delmawati.
Selain pendalaman materi, kegiatan ini juga menjadi momentum penting dalam Sosialisasi Pedoman Indeks Penilaian Reformasi Hukum. Delmawati berharap sosialisasi ini mampu menciptakan pemahaman yang sama dalam pengukuran kinerja reformasi hukum di tingkat pusat maupun daerah.
“Melalui pedoman ini, diharapkan setiap instansi mampu berkontribusi secara optimal dalam menciptakan sistem hukum yang lebih adil, transparan, dan akuntabel,” tambahnya.
Dalam laporan kegiatan, Perancang Peraturan Perundang-Undangan Ahli Madya, Sugeng Pamuji, menegaskan bahwa dengan diberlakukannya KUHP baru, terdapat catatan penting mengenai implikasinya terhadap ketentuan pidana dalam UU sektoral dan Perda.
“Reformasi hukum merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan nasional. Untuk itu, dibutuhkan instrumen yang mampu memberikan gambaran menyeluruh terhadap kondisi hukum. Salah satunya adalah Indeks Reformasi Hukum, yang menjadi tolok ukur penting dalam mengukur kemajuan di bidang ini,” ujarnya.
Sebagai bentuk penguatan materi, kegiatan ini juga menghadirkan dua narasumber dari Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan, yaitu Reni Oktri dan Mohammad Syarif, yang masing-masing merupakan Perancang Peraturan Perundang-Undangan Ahli Madya. Keduanya memberikan perspektif teknis serta analisis mendalam terhadap perubahan paradigma hukum pidana di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan kewenangan daerah.
Kegiatan ini diikuti oleh perancang peraturan perundang-undangan, pejabat fungsional hukum, serta perwakilan instansi terkait yang berperan dalam proses pembentukan Perda di wilayah Jawa Tengah.
Editor : Arni Sulistiyowati