Belasan Anak di Magelang Diduga Jadi Korban Salah Tangkap, DPR Desak Kapolri Turun Tangan

JAKARTA, iNewsSemarang.id – Kasus dugaan salah tangkap dan kekerasan terhadap belasan anak di bawah umur di Polres Magelang Kota, Jawa Tengah jadi perhatian anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding.
Menurut dia, insiden tersebut menjadi peringatan keras bahwa reformasi kultural di tubuh kepolisian belum selesai. Ia meminta agar ada sanksi tegas jika ditemukan pelanggaran.
Sudding juga menyoroti fakta-fakta yang diungkap oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, yang menunjukkan adanya praktik kekerasan fisik, intimidasi, hingga pemaksaan pengakuan terhadap anak-anak yang bahkan tidak terlibat dalam aksi demonstrasi.
“Jika benar, maka ini bukan sekadar persoalan etik atau prosedur, melainkan pelanggaran serius terhadap hukum dan kemanusiaan,” tegas Sudding, Rabu (15/10/2025).
Sudding mengingatkan negara telah menjamin perlindungan anak dalam konstitusi serta Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Dalam setiap tindakan hukum yang melibatkan anak, ia menyebut prinsip non-violence, fair process, dan restorative justice seharusnya menjadi acuan utama.
“Kejadian di Magelang menunjukkan lemahnya pengawasan internal dan kegagalan menerapkan prinsip proporsionalitas dalam penggunaan kekuatan oleh aparat,” kata Sudding.
“Penangkapan yang dilakukan tanpa dasar pembuktian yang jelas, disertai kekerasan fisik dan psikologis, menunjukkan praktik 'asal tangkap' yang tidak dapat ditoleransi dalam negara hukum,” ujarnya.
Sudding mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar menurunkan Propam Polri dan Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) untuk melakukan penyelidikan komprehensif secara terbuka dan independen.
“Apabila terbukti ada pelanggaran etik maupun pidana, maka anggota yang terlibat harus diberikan sanksi tegas tanpa pandang bulu,” ujar Sudding.
“Akuntabilitas dan transparansi menjadi syarat mutlak agar kepercayaan publik terhadap Polri tidak runtuh,” ujarnya.
Sudding juga meminta Komnas HAM dan KPAI untuk turut mengawal kasus ini melalui investigasi eksternal guna memastikan pemulihan hak anak, baik dari sisi medis, psikologis, maupun sosial. Ia menekankan negara memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memulihkan trauma dan menghapus stigma terhadap anak-anak yang menjadi korban.
“Komisi III DPR juga akan menggunakan fungsi pengawasannya untuk memanggil pihak-pihak terkait, termasuk Kapolda Jawa Tengah, Kapolres Magelang Kota, serta perwakilan LBH Yogyakarta dan KPAI, guna memperoleh penjelasan menyeluruh dan memastikan langkah perbaikan dilakukan secara sistemik,” ujar Sudding.
Ia menegaskan, Polri harus membuktikan mereka bukan hanya institusi penegak hukum, tetapi juga penjaga martabat manusia. Menurut Sudding, kekuasaan tanpa kendali etika dan empati akan melahirkan ketidakadilan baru.
“Reformasi Polri tidak boleh berhenti pada perubahan seragam dan slogan, tetapi harus menyentuh cara berpikir dan bertindak di lapangan,” ucapnya.
“Keadilan bagi anak-anak Magelang bukan sekadar tuntutan hukum, melainkan ujian moral bagi kita semua, apakah negara ini sungguh berpihak pada perlindungan anak dan nilai-nilai kemanusiaan yang beradab. Karena dalam setiap tindakan aparat negara, seharusnya tercermin pesan sederhana namun mendalam, hukum harus melindungi, bukan melukai,” jelas Sudding.
Diketahui, belasan anak di bawah umur diduga menjadi korban salah tangkap dan dipaksa mengaku ikut serta dalam aksi demonstrasi berujung ricuh di Polres Magelang Kota, Jawa Tengah, pada Kamis 29 Oktober 2025 lalu.
Mereka mengaku mendapat kekerasan fisik sepanjang proses interogasi oleh petugas. Para orangtua dari sebagian anak-anak tersebut kini meminta pendampingan ke LBH Yogyakarta.
Editor : Ahmad Antoni