Hukum Ibadah Haji di Metaverse

Moh. Miftahul Arief
Berkembang diskusi dan pertanyaan terkait hukum boleh tidaknya pelaksanaan haji di metaverse. (Foto: Reuters)

SEMARANG. iNewsSemarang.id - Baru-baru ini Kerajaan Arab Saudi membuat proyek bernama Virtual Black Stone Initiative dilengkapi Ka'bah metaverse, dengan ini orang dari berbagai belahan dunia dengan realitas virtual. Lalu berkembang diskusi dan pertanyaan terkait hukum boleh tidaknya pelaksanaan haji di metaverse.

Meski menjadi diskusi terutama di dunia maya, belum ada kajian mendalam perihal pelaksanaan ibadah haji secara virtual di Indonesia. 

Namun sebagai gambaran boleh hukum melaksanakan haji virtual ini, dapat menurut pandangan ulama fiqih mazhab Syafi’i, dilansir dari NUOnline pada Sabtu (23/7/2022), pandangan ulama tersebut mengharuskan pelaksanaan thawaf secara fisik (sebagai salah satu rukun haji) di dalam Masjidil Haram. 

يجب أن لا يوقع الطواف خارج المسجد كما يجب أن لا يوقعه خارج مكة والحرم 

Artinya: “Wajib tidak melaksanakan thawaf di luar masjid sebagaimana wajib tidak melaksanakannya di luar kota Makkah dan Tanah Haram,” (Ar-Rafi’i, Al-Aziz bi Syarhil Wajiz, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 1997 M/1417 H], juz III, halaman 395). 

Kehadiran jamaah haji secara fisik merupakan syarat sah thawaf. Bahkan jamaah haji dianjurkan untuk mendekat pada Ka’bah saat pelaksanaan thawaf. Kalau pun boleh agak jauh dari Ka’bah, maka thawaf dianggap sah selagi masih dilaksanakan secara fisik di dalam Masjidil Haram.
 قد ذكرنا انه يستحب القرب من الكعبة بلا خلاف واتفقت نصوص الشافعي والأصحاب على انه يجوز التباعد ما دام في المسجد وأجمع المسلمون على هذا وأجمعوا على أنه لو طاف خارج المسجد لم يصح 

Artinya: “Kami telah sebutkan bahwa (orang yang thawaf) dianjurkan dekat dengan Ka’bah tanpa perbedaan pendapat ulama. Nash-nash dari Imam As-Syafi’i dan ashhab bersepakat, boleh mengambil posisi agak jauh (dari Ka’bah) selama masih di area Masjidil Haram. Umat Islam bersepakat atas masalah ini. Mereka juga bersepakat, seandainya seseorang melakukan thawaf di luar masjid, maka thawafnya tidak sah,” (An-Nawawi, Al-Majemuk, [Kairo, Al-Maktabah At-Tawfiqiyah: 2010 M], juz VIII, halaman 43). 

Demikian juga dengan rukun haji lainnya, yaitu sai dan wukuf. Mazhab Syafi’i mengharuskan kehadiran fisik jamaah haji untuk wukuf di Arafah meskipun hanya sejenak. 

Kehadiran fisik jamaah haji walau sejenak merupakan syarat sah wukuf di Arafah meski jamaah itu mendatanginya, berdiam, atau sekadar melalui kawasan Arafah. 

المعتبر فيه الحضور بعرفة لحظة بشرط كونه  أهلا للعبادة سواء حضرها ووقف أو مر بها 

Artinya: “Yang diakui dalam hal ini (wukuf) adalah kehadiran fisik di Arafah sejenak dengan syarat jamaah adalah (memenuhi syarat sebagai) ahli ibadah baik ia mendatangi, berdiam, atau sekadar melewatinya,” (An-Nawawi, Raudhatut Thalibin wa Umdatul Muftin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz II, halaman 374). 

Pada prinsipnya, pelaksanaan ibadah haji (setidaknya menurut Mazhab As-Syafi'i) mengharuskan kehadiran jamaah haji secara fisik. Tanpa kehadiran fisik, rangkaian manasik haji tidak sah menurut syariat. 

Dengan demikian hukum manasik haji virtual adalah tidak sah.

Bangunan argumentasi atas pandangan ini didasarkan pada hadits riwayat Muslim sebagai berikut:

 وروى مسلم عن جابر رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يومئ على راحلته يوم النحر ويقول لتأخذوا عني مناسككم فإني لا أدري لعلي لا أحج بعد حجتي هذه 

Artinya: “Dari sahabat Jabir ra, ‘Aku melihat Rasulullah saw memberikan isyarat dari atas untanya pada hari Nahar (10 Zulhijjah), ia bersabda, ‘Hendaklah kalian memegang dariku cara manasik kalian. Aku sendiri tidak tahu, mungkin aku tidak dapat melakukan haji lagi setelah hajiku tahun ini,’’” (HR Muslim). 

Editor : Miftahul Arief

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network