Semarang, iNewsSemarang.id- Sebagian wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau, namun di wilayah lain masih musim penghujan. Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberi tanggapan terkait fenomena perbedaan waktu musim kemarau yang terjadi di wilayah Indonesia dan faktor pemicunya.
“Kenapa kok berbeda musimnya? Di bulan Februari kok ada musim kemarau? Jadi secara umum pola hujan di Indonesia ini memang berbeda dan secara umumnya dikelompokkan dalam tiga kelompok besar ya. Artinya hujan itu, pola bulanan, jumlah curah hujan secara rata-rata klimatologi,” ucap Plt Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Dodo Gunawan saat Konferensi Pers virtual, Jumat (27/1/2023).
Lebih lanjut, Dodo menyebut jika posisi Pulau Jawa, Sulawesi Selatan, NTB dan NTT berada di wilayah monsun Australia-Asia. “Di Jawa itu dari grafiknya Januari sampai Desember, itu yang kita kenal sebagai pola hujan monsun.”
“Dan karena kita berada di wilayah monsunal, Monsun Australia- Asia itu paling banyak monsun tersebut. Jadi ada di selatan ekuador, seperti di Jawa, Sulawesi Selatan, sampai ke NTB, NTT,” imbuhnya.
Dia menyebut curah hujan dipengaruhi oleh adanya pola lain di sekitar garis ekuator yang sejalan dengan pergerakan semu matahari, seperti wilayah Riau.
“Nah, di sekitar ekuator kita mempunyai pola yang lain hal yaitu dua pola hal ini sebenarnya sejalan dengan pergerakan semu matahari dari Selatan ke Utara, kembali ke Selatan.”
“Pada saat melintas ekuator itu pola hujan wilayah-wilayah tersebut yang termasuk Riau, itu mempunyai pola artinya ada musim kemarau yang lebih pendek di bulan Februari, Maret, lalu naik dan turun sekitar Mei, seperti tempat lainnya,” tambahnya.
Dodo mengatakan ada pola hujan terbalik di sekitar wilayah Maluku. “Kemudian, yang lain sekitar Maluku ada pola yang terbalik. Bila di Jawa polanya berbentuk ‘U’, ini seperti kebalikannya, dan juga musim kemaraunya terbalik di bulan Desember,Januari dan Februari,” jelasnya.
Selain curah hujan, menurut Dodo, topografi wilayah Indonesia turut membentuk perbedaan pola iklim. “Kita dengan topografi yang berbeda dapat membentuk pola iklim yang berbeda juga. Misalnya salah satu contoh yang sangat terlihat jelas di daerah Palu, di lembahnya membentuk lekukan pola ‘U’ tapi curah hujannya sangat kecil,” tutupnya.
(Mg/Shinta)
Editor : Maulana Salman
Artikel Terkait