Anies Gandeng Cak Imin Gegara Lemah di Basis NU

Tim iNews.id/Arni Sulistiyowati
Deklarasi Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sebagai Bacapres dan Bacawapres dipastikan akan digelar di Surabaya, Sabtu (2/9/2023). (foto: MPI)

SEMARANG, iNewsSemarang.id - Pengamat politik dari Universitas Diponegoro (Undip) Fitriyah menilai Bacapres Anies Baswedan akhirnya meminang Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menjadi Bacawapresnya karena ingin menjaring basis massa dari Nahdlatul Ulama (NU). 

“Tentu kalau hitung-hitungan memang Anies itu lemah di posisi NU ya, di pemilih yang NU-nya kuat. Misal di Jawa Timur, Jawa Tengah. Itu yang dimiliki PKB. Tentu kalau hitung-hitungan AHY (Agus Harimurti Yudhoyono-Demokrat), kalau untuk menang (akan sulit) itulah yang mungkin jadi pertimbangan,” kata pengamat politik dari Universitas Diponegoro (Undip) Fitriyah, Jumat (1/9/2023).

Figur Anies, sebutnya, akan lebih tepat di Jawa Barat. Namun, untuk bisa meraup suara di Jawa Timur dan Jawa Tengah, tentu jadi pertimbangan tersendiri.“Konteksnya tadi, memenangkan Pemilu,” ujar mantan Ketua KPU Jateng itu.

Dia juga menilai Anies memang sudah melekat di Nasdem dan Surya Paloh sebagai “King Maker” di sana. “Mungkin ada hambatan Surya Paloh dengan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono - Demokrat). Jadi kenapa kemudian sangat lama? (siapa Bacawapres Anies), sebetulnya dari sisi jumlah partai-partai itu cukup untuk mengusung, baik dengan PKS maupun Demokrat, tapi kan titik akhir tentang siapa cawapres itu kan tidak kunjung tiba,” ujarnya.

Hal ini pula, sebut Fitriyah, terjadi antara Partai Gerindra dan PKB ketika dari awal membangun koalisi namun juga tidak kunjung diputuskan siapa yang berdampingan dengan Prabowo Subianto untuk Pilpres mendatang. Situasi ini, sebutnya, yang mungkin jadi titik temu antara Surya Paloh dan Cak Imin.  

Apalagi ditambah masuknya Partai Golkar dan PAN. Itu dianggap memperlemah posisi PKB di koalisi dengan Partai Gerindra. Saat PAN dan Golkar belum bergabung, porsi tawar Cak Imin masih cukup kuat, sebab saat itu tanpa PKB, Gerindra tidak bisa maju sendirian.  

“Kan hitung-hitungannya (ketika itu) Prabowo Presidennya (capres) dari Gerindra, PKB wakilnya. Ketika Golkar dan PAN masuk, peta berubah. Gerindra tak hanya bergantung pada PKB. Harapan jadi cawapres jadi semakin lemah. Masing-masing itu, dari Demokrat, PKB, sering kan tarik ulur, saling mengancam dengan ketidakjelasan ini. Itu benang merah tadi, mungkin di sini Surya Paloh melihat peluang Cak Imin yang bergeser dengan masuknya PAN dan Golkar. Mungkin sementara dia tidak menghendaki AHY,” ujarnya.  

Di koalisi Nasdem, PKS dan Demokrat, kata Fitriyah, AHY tidak cepat diterima untuk dipasangkan dengan Anies. “Sementara di saat yang sama Cak Imin merasa tergeser dengan 2 partai baru yang masuk di koalisinya Gerindra,” ungkapnya.  

Di Semarang sendiri, Partai Demokrat setempat sudah bereaksi mencopot baliho-baliho yang terpampang wajah Anies Baswedan. Fitriyah menyatakan itu adalah reaksi dari keputusan “King Maker” di koalisi pendukung Anies itu.

“PKB kan juga begitu, kalau Cak Imin tidak dicawapreskan akan keluar dari koalisi. Kan begitu, sementara yang Demokrat juga begitu, kalau tidak AHY mereka akan lepas,” katanya. 

Editor : Maulana Salman

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network