5 Tradisi Kota Semarang Ini Masih Dilestarikan, Nomor 2 Warisan Walisongo

Ahmad Antoni/Arni Sulistiyowati
Tradisi Dugderan digelar setiap menjelang datangnya bulan suci Ramadan di Kota Semarang. (foto Ahmad Antoni)

SEMARANG, iNewsSemarang.id - Kota Semarang memiliki beragam tradisi yang masih dilestarikan hingga sekarang. Uniknya, tradisi-tradisi tersebut ada yang diwariskan langsung oleh Walisongo saat menyebarkan agama Islam di Nusantara.

Tradisi Kota Semarang menarik untuk diketahui maupun dipelajari untuk menambah wawasan dan pengetahuan adat dan budaya. Pasalnya, Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah ini kaya akan ragam kuliner dan destinasi wisata serta adat budaya. 

Berikut ini 5 tradisi Kota Semarang yang masih dilestarikan berdasarkan data yang dihimpun dari berbagai sumber:

1. Nyadran

Nyadran merupakan salah satu tradisi yang hingga kini masih dijalani warga Kota Semarang. Tradisi ini dilakukan ketika bulan Ruwah tiba. Warga akan berkumpul untuk membersihkan makam secara bersama-sama. 

Setelah makam selesai dibersihkan, acara dilanjutkan dengan makan bersama. Tradisi ini juga dilakukan secara personal dengan mengunjungi makam keluarga, membersihkan hingga mendoakannya.

2. Padusan

Padusan salah satu tradisi yang digelar untuk menyambut Ramadan. Tradisi padusan ini berasal dari bahasa Jawa “adus” yang artinya mandi atau membersihkan diri. Padusan dilakukan warga di akhir bulan Ramadan.

Biasanya, Padusan ini dilakukan warga dengan mandi bersama di kolam pemandian. Warga setempat yakin bahwa dengan membersihkan diri, ibadah puasa di bulan Ramadan akan lebih lancar dan berkah. Tradisi Padusan pun dibawa oleh Walisongo ketika menyebarkan agama Islam di Nusantara, khususnya Pulau Jawa.

3. Popokan

Tradisi Popokan juga masih dilestarikan warga Semarang. Tradisi melempar lumpur ini biasanya digelar pada Jumat Kliwon di bulan Agustus. Konon, tradisi ini dulunya berawal dari kisah seekor macan yang mendatangi daerah beringin.

Karena menganggu dan mengancam keselamatan warga, macan tersebut diusir menggunakan lumpur. Kini, tradisi Popokan dilakukan untuk menolak bala agar terhindar dari kejahatan dan hal buruk lainnya.

4. Magengan

Tradisi lainnya adalah Magengan, yang digelar dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadan. Magengan tercatat sebagai salah satu tradisi yang dibawa oleh Sunan Kalijaga, penyebar Islam di tanah Jawa.

Ada sedikit perbedaan dengan Dugderan, pada upacara Magengan warga harus melakukan bersih diri. Tak hanya sebatas raga, melainkan juga jiwa demi menjaga kesucian bulan Ramadan. Puncak tradisi ini ditutup dengan makan bersama sebagai rasa syukur dipertemukan kembali dengan bulan Ramadan.

5. Dugderan

Tradisi dugderan digelar dalam rangka menyambut datangnya bulan Ramadan. Tradisi dugderan ini diawali dengan pemukulan beduk yang dilanjutkan dengan dentuman meriam. Suara yang dihasilkan dari kegiatan ini menjadi dasar penamaan Dugderan.

Biasanya, setelah upacara usai diadakan pawai keliling kota mengenakan pakaian adat. Dalam tradisi Dugderan ada festival tradisional Semarang seperti warak ngendok.

Itulah 5 tradisi Kota Semarang yang hingga kini masih tetap dilestarikan oleh masyarakat. Semoga ulasan tradisi Kota Semarang ini bisa menambah wawasan dan pengetahuan terkait adat dan budaya Nusantara.

Editor : Maulana Salman

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network