Mbak Ita mengatakan, sebelumnya sudah ada pengolahan sampah di TPA Jatibarang melalui penimbunan sampah menjadi gas metan untuk menjadi listrik. Namun, kini gas metan tersebut berkurang dan tidak bisa lagi menghasilkan listrik.
"Dulu itu penimbunan gas metan. Kalau PSEL sampah diolah dari sampah jadi energi listrik. Sistemnya diolah seperti batubara," jelasnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang, Bambang Suranggono mengatakan, persiapan program PSEL cukup panjang, mengingat banyak dokumen yang harus dipersiapkan.
Progam PSEL ini berbeda dengan inovasi yang sebelumnya telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang untuk penanganan sampah yakni pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa).
PLTSa merupakan inovasi dengan sistem sanitary landfill dan control landfill. Sampah di TPA Jatibarang diubah menjadi tenaga listrik dengan cara menutup membran. Ada 15 sumur bor untuk memutar turbin.
Inovasi PLTSa ini hanya berguna mengurangi gas emisi yang ditimbulkan dari tumpukan sampah. Gas yang mencemari lingkungan diambil. Hanya saja, sampah padat masih ada namun sudah ditutup membran sehingga tidak akan longsor atau tumpah.
Adapun untuk mengurangi tumpukan sampah, Pemerintah Kota Semarang menyaipkan inovasi PSEL menggunakan insenerator. Sampah dimasukan ke insenetator dan dibakar di dalamnya.
"Hasil pembakaran panas itu untuk menggerakan turbin. Jadi, ini metode yang beda. Kami masih mempersiapkan dokumen untuk PSEL," ujarnya.
Editor : Maulana Salman
Artikel Terkait