Menanggapi hal tersebut, Ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Jateng, Bambang Wuragil, menunjukkan sikap pemahaman dan optimis serta tidak mengungkit masalah tersebut. Menurutnya, mayoritas warga Kelurahan Jomblang mungkin kurang memahami sejarah bongpay tersebut.
"Kemungkinan karena beberapa tahun lalu banyak area seperti ini yang digusur dan dibiarkan terbengkalai. Kemudian dimanfaatkan oleh penduduk setempat. Sebagian mungkin digunakan sebagai tembok atau menutup saluran air. Saya rasa mereka mungkin tidak menyadari bahwa ini adalah batu nisan. Mungkin dianggap sebagai barang terbengkalai dan dimanfaatkan," ujar Bambang.
Saat ini pihaknya sedang berusaha untuk mengumpulkan dan berharap dapat meminta bantuan dari pemerintah kota Semarang.
"Selain itu, kami juga berencana untuk mengadakan seminar agar dapat memperoleh masukan dan saran tentang bagaimana cara terbaik untuk memanfaatkannya," ucap Bambang.
Melihat situasi saat ini, pihaknya pun memahami bahwa mungkin penduduk setempat membutuhkan penutup saluran air. Oleh karena itu, pihaknya akan mengganti penutup saluran ini dengan beton.
"Kita berterima kasih ini kepada Pak Henry, Pak Lurah. Bahwa apa yang akan kita lakukan penggantian ternyata sudah dilakukan beliau. Luar biasa sekali beliau ini, tanggap sekali," ungkapnya.
Editor : Maulana Salman
Artikel Terkait