Ritual Sedekah Laut, Tradisi Syawalan dan Kupatan Masyarakat Pesisir Jawa

Miftah H. Yusufpati
Tradisi Sedekah Laut di Tambaklorok Semarang beberapa waktu lalu. (Dok A.Antoni)

Sedekah Laut 

Tradisi Syawalan juga sering disebut dengan istilah lomban, karena pada acara tersebut juga dilakukan berbagai lomba yang diikuti oleh komunitas nelayan setempat. 

Jenis cabang yang diperlombakan antara lain perahu atau kapal hias, adu cepat mendayung perahu, selam, renang, panjat pinang dan sebagainya. Sebagian lagi menyebut dengan istilah sedekah laut, karena inti dari kegiatan Syawalan adalah ritual melarung sesaji ke laut. 

Sebagian masyarakat juga menyebut dengan istilah pesta laut, karena merayakan kegiatan Syawalan dengan cara berpesta makanan bersama di laut atau di tepi laut. 

Tradisi Syawalan (lomban) di Jepara selain sebagai ungkapan syukur pada Tuhan, juga dimaksudkan sebagai peringatan terhadap kepahlawan Ratu Kalinyamat yang beberapa kali melakukan penyerangan terhadap Malaka yang dikuasai bangsa penjajah, Portugis. 

Di Cilacap dikenal dengan sebutan sedekah laut dan dilaksanakan pada bulan Syuro, pada hari Selasa atau Jum’at Kliwon, bukan pada bulan Syawal. 

Sedekah laut di Cilacap secara historis berkaitan dengan perintah Bupati Cilacap ke-3, Tumenggung Tjakrawerdaya III, kepada sesepuh nelayan Pandanarang, Ki Arsa Menawi untuk melarung sesajen di Laut Selatan pada hari Jum’at Kliwon bulan Syuro, tepatnya pada tahun 1875. 

Pelarungan sesajen tersebut dimaksudkan untuk memberikan penghormatan dan persembahan kepada Ratu Laut Selatan atau Nyai Roro Kidul. Khoirul Anwar mengatakan tradisi Syawalan di Morodemak bermula dari kebiasaan masyarakat nelayan setempat pada puluhan tahun silam yang merayakan lebaran dengan menghias perahu mereka.

Berbagai hiasan dibuat dari janur, kain sarung, jarit, bendera merah putih, botol-botol kosong dan aneka buah. Jumlah hiasan menunjukkan jumlah anak buah (jurag) perahu: jurag atau anak buah perahu pada umumnya masih tetangga atau famili dari pemilik perahu atau juragan.

Juragan, jurag dan keluarganya turut serta dalam perayaan tersebut. Mereka berangkat dari rumah dengan membawa bekal makanan secukupnya, pada umumnya nasi atau ketupat opor ayam, sambel goreng udang dan sebagainya. 

Kemudian menuju tempat penjualan hasil laut atau kongsi, istilah masyarakar setempat. Sekarang tempat tersebut lebih dikenal sebagai Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Pelayaran dari rumah masing-masing menuju ke TPI tersebut dipandang sebagai wujud rasa syukur para nelayan yang menyandarkan hidupnya dari hasil laut. 

Di tempat inilah berkumpul beberapa kelompok nelayan dan keluarganya. Mereka merayakan lebaran dengan berpesta makanan bersama. Tidak ada perbedaan antara nelayan besar dan kecil, kaya dan miskin, mampu atau tidak. 

Semua berbaur dan menyatu menyantap makanan yang telah disiapkan dan dibawa dari rumah. Ritual makan bersama di atas perahu ini dimaksudkan sebagai selamatan. Nelayan yang tidak memiliki perahu mengadakan selamatan di rumah masing-masing.

Dalam perjalanan waktu acara ini kemudian berkembang menjadi tradisi sedekah laut yang dilaksanakan dan menjadi agenda pariwisata pemerintah setempat. Kegiatan Syawalan atau sedekah laut ini dilaksanakan secara rutin setiap tahun pada hari kedelapan bulan Syawal. 

Editor : Ahmad Antoni

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network