Brasto menambahkan bahwa konsumen akhir LPG 3 kg sejatinya adalah rumah tangga miskin, usaha mikro, petani sasaran, dan nelayan sasaran. Petani sasaran dan nelayan sasaran merupakan petani dan nelayan yang telah mendapatkan paket konversi dari pemerintah.
"Konsumen seperti rumah tangga tidak miskin dan usaha di atas level mikro tidak berhak menggunakan LPG subsidi," imbaunya.
Berdasarkan surat edaran Direktur Jenderal Migas nomor B-2461/MG.05/DJM/2022, usaha batik, usaha binatu, hotel, restoran, usaha peternakan, usaha pertanian, usaha tani tembakau, dan usaha jasa las juga dilarang menggunakan LPG subsidi.
Di Kota Semarang terdapat 3.289 pangkalan LPG 3 kg. “Apabila dibagi dengan jumlah kelurahan maka jumlah rasionya sudah mencapai rata-rata 18 pangkalan LPG 3 kg resmi di Kota Semarang dalam satu kelurahan. Tentunya jumlah tersebut bisa menjangkau konsumen akhir LPG 3 kg,” ujarnya.
Meski demikian ia menghimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan pembelian berlebih dan membeli di pangkalan resmi LPG 3 kg di mana sudah diatur dalam Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah 541/15 Tahun 2015 dengan harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp. 15.500 per tabung LPG 3 kg di pangkalan.
"Jika masyarakat menemukan indikasi adanya penyalahgunaan LPG subsidi seperti pengoplosan LPG 3 kg ke LPG nonsubsidi, penimbunan, ataupun pemindahan LPG 3 kg antar kota/kabupaten oleh penimbun, silahkan bisa melapor ke kepolisian terdekat," ujar Brasto.
Apabila masyarakat dan konsumen memiliki keluhan terhadap produk dan layanan LPG 3 kg di pangkalan, maka dapat menghubungi ke Pertamina Call Center 135.
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait