Sejarah Pertempuran Lima Hari di Semarang, Kisah Heroik Perjuangan Pemuda Usir Tentara Jepang

Ahmad Antoni
Teatrikal Pertempuran Lima Hari di Semarang, di Kawasan Tugu Muda. Foto: IG semarangpemkot

Dokter Kariyadi gugur ditembak Jepang di sekitar Jalan Pandanaran, lepas Magrib saat hendak memeriksa tandon air minum Wungkal yang dikabarkan telah diracun Jepang.

Sejak saat itulah pertempuran heroik berkecamuk. Beberapa tokoh penting yang memiliki peranan menggalang pemuda dan rakyat untuk bertempur antara lain Budancho Moenadi. 

Pria asal Pati yaang selanjutnya menjabat Gubernur Jateng ini pernah membawa dan mengumpulkan pasukan dari beberapa daerah seperti Pati, Demak, Kudus dan Purwodadi untuk merencanakan Serangan Umum Semarang untuk menyerang Jepang dari basis pertahanan di daerah Kaligawe.

Namun sayangnya ketika hendak menyerang dari Kampung Batik, Jepang telah mengetahui tanda-tanda serangan dan terlebih dahulu membakar Kampung Batik.

Meski kampung Batik dibakar, tak menyurutkan nyali pasukan pimpinan Moenadi. Pertempuran sengit pun terjadi di sekitar kampung Batik, Jalan Patimurra hingga Jalan dr Cipto. Dalam Pertempuran 5 Hari juga muncul pemuda mantan PETA bernama Sayuto dan Warno Keling menginisiasi regu Jagal Jepang.

Mereka berjuang bergerilya dari kampung ke kampung mencari jepang dan memenggal kepalanya sebagai upaya membalas dendam atas kebengisan mereka memenggali kepala pemuda yang ditangkapi Jepang. Kelompok Sayuto ini ada 20 orang dan yang masih hidup dan bisa ditemui bernama Huri Prasetyo (90).

Samurai yang digunakan Sayuto untuk memenggal leher Jepang pun masih disimpan Huri. Sayuto mengawali aksi balas dendamnya dengan menyerbu LP Mlaten yang dikuasai Jepang. Tampaknya hanya 3 Jepang yang berjaga dan ditemui. mereka diseret ke Gedung Sobokarrti yang ada di seberang LP Mlaten.

Ketiganya dipenggal lehernya oleh Sayuto dan darahnya diminum. Huri yang kini tinggal di Mijen Semarang mengungkapkan, Sayuto seperti kesetanan dan gelap mata. Darah yang mengucur diminumnya.

Menurut Sayuto agar arwah ketiga Jepang tersebut tidak berani membayang-bayanginya. Usai menebasnya, jasad ketiga Jepang tersebut dikubur di halaman depan samping kanan. Di atas kuburan diberinya tanda pohon Kudha dan diberi pagar.

Tahun 1999, utusan dari Jepang membongkar dan menemukan kerangkanya untuk kemudian dikremasi dan abunya ditabur di Pantai Marina Semarang. Setelah itu didirikan Tugu Ketenangan Jiwa.

Editor : Ahmad Antoni

Sebelumnya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network