Karier profesionalnya dimulai sejak 1968, ketika ia lolos seleksi ketat untuk tampil di Radio Republik Indonesia (RRI). Sepuluh tahun kemudian, ia diangkat menjadi abdi dalem Penewu Anon-anon bergelar Mas Ngabehi Lebdocarito.
Puncak pengakuan datang pada 1995, ketika Presiden Soeharto menganugerahinya Satya Lencana Kebudayaan RI atas dedikasi luar biasa dalam melestarikan dan memajukan seni pedalangan.
Popularitasnya pun tak tertandingi. Dalam Angket Wayang pada Pekan Wayang Indonesia VI tahun 1993, Anom Suroto terpilih sebagai dalang paling disayangi penonton. Di organisasi profesi, ia juga aktif sebagai Ketua III Pengurus Pusat PEPADI periode 1996–2001.
Sebagai bentuk penghargaan budaya, pada 1997 Keraton Surakarta mengangkatnya sebagai Bupati Sepuh dengan gelar kehormatan Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Lebdonagoro.
Kepergian Anom Suroto bukan hanya kehilangan bagi dunia pewayangan, tetapi juga bagi kebudayaan Indonesia.
Dia meninggalkan jejak panjang sebagai duta seni yang membawa wayang kulit berkelana hingga ke lima benua—membuktikan bahwa nilai-nilai budaya Jawa bisa berbicara dalam bahasa universal.
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait
