Saatnya Perpustakaan jadi Tongkrongan Mahasiswa 

Moh. Miftahul Arief
Usman Roin. (foto: ist)

SEMARANG. iNewsSemarang.id - Kenapa mahasiswa hari ini tidak begitu suka ke perpustakaan? Pertanyaan ini sengaja penulis tujukan kepada mereka yang menyelesaikan tugas akhir. Karena, deretan buku di perpustakaan, yang bicara teori untuk dijadikan literatur review, banyak diabaikan. Kebanyakan lebih suka dengan buku “fiktif” yang mereka sendiri tidak tahu warna cover, halamannya masih tetap atau sudah berubah, oleh edisi revisi, cetak terbaru, serta lainnya. 

Ada lagi yang mencantumkan “footnote” jurnal menjadi “footnote” skripsi. Padahal dalam tata kepenulisan, penulis jurnal-lah yang harus dikutip. Bukan footnote yang berderet di jurnal. Belum lagi, kecerobohan menyalin karya akhir kakak tingkat sebelumnya, dan setelah itu, literaturnya tidak coba dicek ulang pada buku-buku yang berjejer di perpustakaan. 

Sekadar pengalaman penulis, saat membuat karya tulis, pada kerangka kepenulisan, penulis memang pernah mencontoh kepada skripsi, tesis, yang sudah ada. Hanya saja, penulis coba teruskan mengecek dalam buku yang dirujuk, untuk dikonfirmasi ulang kebenaran pengutipannya. Apakah masih sama halaman, tahun, dan lain-lainnya.

Perilaku konfirmatif kepada buku yang dirujuk inilah, yang langka dilakukan oleh mahasiswa kekinian. Dikira dengan mengutip narasi deskriptif buku, jurnal, footnotenya juga satu paket diikut sertakan. Padahal bila halaman yang dikutip tidak sesuai, hal itu sama dengan pengaburan fakta, atau dalam bahasa yang lebih kejam kategori pembohongan data.

Deskripsi di atas adalah bukti empiris bila perpustakaan belum familier bagi mahasiswa. Padahal menurut Hartono (2016:2), perpustakaan baik di tingkat Fakultas hingga Universitas memiliki signifikansi luar biasa. Diantaranya, sebagai jembatan peradaban bangsa, tempat memancarkan ilmu pengetahuan dan menyimpan warisan budaya. 

Lalu, sebagai pusat pendidikan, penyimpanan, penelitian, informasi, hingga rekreasi. Selain itu juga, sebagai sumber informasi bagi pemustaka, hingga sarana meningkatkan mutu pendidikan dan daya saing bangsa.

Signifikansi perpustakaan yang demikian, sudah seharusnya diketahui mahasiswa. Terlebih, tingkat Covid-19 yang turun signifikan, sudah bukan lagi alasan mahasiswa tidak ke perpustakaan. Perpustakaan harus dijadikan sebagai tongkrongan untuk kebutuhkan menyelesaikan karya ilmiah, berupa makalah, skripsi, dan lainnya. 

Perlu diketahui, karya ilmiah akan keren, bila kaya dari sisi literatur. Tidak pelit bin miskin referensi. Melainkan rujukan yang dipakai memiliki kemelimpahan sumber pustaka. Karena menurut Sylvia Saraswati (2009:18), disebut tulisan ilmiah bila seseorang yang menulisnya menguasai bidang tertentu. Ukurannya, ditunjukkan oleh kedalaman wawasan dan kecermatan pikiran, yang tampak pada teori dan pemaparan yang berlandaskan pada sumber data, buku acuan, dengan menyebutkan sumber kutipan secara benar.

Untuk mewujudkan hal itu, dosen harus bersama-sama sepakat bila literatur paper book atau e-book menjadi rujukan primer kepenulisan di awal kontrak perkuliahan. Jangan dahulu mempersilahkan sumber internet. Karena, kepraktisan copy-paste akan menjadi preseden buruk nihilnya keterwujudan kreativitas menulis, dan matinya iklim literasi kampus.

Maka tidak ayal, bila banyak perpustakaan kampus sepi peminat. Tergeser oleh kepraktisan sumber internet yang disalahartikan penerapannya dalam dunia pendidikan. 

Langkah berikutnya, ketika pembelajaran, dosen juga perlu meneliti kepenulisan karya ilmiah mahasiswa. Langkah preventif sejak dini tersebut, bisa diaplikasikan dengan pemberian catatan makalah kelompok yang dipresentasikan mahasiswa. 

Catatan atau revisi makalah dari dosen, akan menjadi pemicu terhadap kebiasaan menulis zero tipo, akurasi sumber data (footnote), hingga keselarasan antara tema bahasan dengan konten penyajiannya. Dan ke depan, saat membuat karta tulis akhir, mahasiswa tidak fobia coretan, karena sudah terbiasa menulis dengan kaidah yang baik dan benar.

Selain dosen, mahasiswa juga harus cepat adaptif dengan berbagai sumber literatur buku. Mahasiswa jangan hanya berorientasi pada sumber jadi, instan (cepat saji), dari internet yang bisa ditempel pada lembar karya tulis ilmiah dalam hitungan detik. 

Perlu juga bagi mahasiswa berproses dengan banyak membaca buku dan memparafrasekan literatur yang dibaca. Karena selain mengkarakterkan membaca sejak dini, proses dan usaha membaca yang mereka lakukan adalah tabungan pengetahuan mendatang. Ujung-ujungnya, saat sidang, hasil kognitif membaca akan sangat membantu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh penguji.

Akhirnya, kekayaan membaca yang terwujud melalui keberlimpahan pustaka yang disajikan mahasiswa, pada karya tugas akhir maupun makalah, adalah bukti bila karya tulisnya mengandung kebenaran ilmiah, serta bukti mahasiswa berkarakter penulis milenial. Mari wujudkan teman-teman mahasiswa.

Penulis: Usman Roin, dosen PAI UNUGIRI Bojonegoro dan Mahasiswa Doktor UIN Walisongo Semarang

Editor : Miftahul Arief

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network