BOGOR, iNewsSemarang.id - Pemerintah Indonesia saat ini masih mempertimbangkan tawaran kerja sama dengan Rusia terkait pengembangan insdutri pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, selain Rusia, pihaknya juga menerima tawaran serupa dari sejumlah negara.
"Kami lihat nanti mana yang kompetitif dan reliable. Kebutuhan untuk nuklir baru akan dimulai tahun 2040 berdasarkan peta jalan energi yang telah kami susun," kata dia saat diwawancarai di sela Rapat Kerja Bersama Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian di Bogor, Jawa Barat, dikutip dari Antara, Senin (4/7/2022).
Arifin menuturkan, Indonesia memiliki bahan baku yang dibutuhkan untuk pengembangan listrik dari nuklir dan permintaan listrik bersih ke depan. Dia menekankan agar pemintaan listrik harus aman dan teknologi nuklir juga harus proven.
Dia menjelaskan, dalam tempo 20 tahun ke depan, banyak negara juga akan menerapkan dan memanfaatkan teknologi nuklir. Tentu saja teknologi nuklir tersebut akan semakin terbukti aman.
Presiden Rusia Vladimir Putin sebelumnya menyampaikan ketertarikan perusahaan dari negaranya untuk mengembangkan industri listrik nuklir di Indonesia usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Putin mengungkapkan, perusahaan energi Rusia bernama Rosatom State Coorporation yang punya pengalaman, kompetensi, hingga teknologi bersedia terlibat dalam proyek bersama pengembangan industri energi nuklir di Indonesia.
Di tempat terpisah, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai, tawaran kerja sama pengembangan industri nuklir dari Rusia layak diterima oleh Indonesia.
"Berdasarkan pengalaman, kompetensi, dan keandalan teknologi yang dimiliki oleh Rosatom, tawaran Putin untuk mengembangkan PLTN di Indonesia layak diterima," ucap Fahmy.
PLTN adalah pembangkit listrik daya thermal yang menggunakan reaktor nuklir dengan uranium sebagai bahan utama untuk menghasilkan listrik. PLTN termasuk energi bersih yang dapat melengkapi bauran energi baru terbarukan pembangkit listrik di Indonesia.
Fahmy menjelaskan, PLTN sekaligus dapat mengatasi kelemahan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) yang tidak dapat memasok listrik secara penuh sepanjang waktu. Sebab, sifatnya intermittent yang tergantung cahaya matahari dan hembusan angin.
Namun sebelum kerja sama Indonesia dan Rusia direalisasikan, dia berpesan, pemerintah, parlemen, dan Dewan Energi Nasional (DEN) harus mengubah Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang selama ini menempatkan energi nuklir sebagai alternatif terakhir.
"KEN itu harus diubah menjadikan PLTN sebagai energi prioritas. Selain itu, pemerintah perlu melakukan kampanye publik untuk meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap penggunaan PLTN," tutur Fahmy.
Editor : Sulhanudin Attar