SEMARANG,iNewsSemarang.id- Pada tahun 1935 terjadi bentrokan sengit di sekitar pos polisi (biasa orang menyebut posis) Genuk (perbatasan Semarang-Demak) antara para kusir yang mengangkut hasil bumi dari Genuk, Pedurungan dan Demak, dengan polisi Belanda.
Pemicunya karena warga pribumi menolak retribusi atau tarif yang dikenakan oleh polisi Belanda kepada para kusir yang akan masuk wilayah Semarang. Kemungkinan para kusir hendak mengantar hasil bumi ke Pasar Johar waktu itu.
Dalam insiden tersebut, empat polisi Belanda dilaporkan meregang nyawa karena sabetan senjata tajam. Peristiwa yang dikenal masyarakat sebagai “geger Kaligawe” dimuat di koran Pemandangan, dan menjadi koleksi perpustakaan nasional.
Disebutkan dalam koran tersebut, ada empat orang meninggal dalam insiden tersebut. Namun tidak dijelaskan korban yang meninggal dari para kusir atau Belanda. Bentrokan tersebut dipimpin oleh Soekaini, dan mendapat dukungan dari para kusir.
Akibat insiden tersebut, Soekaini divonis 10 tahun penjara oleh pengadilan Bumiputra di tingkat pertama (Landraad). Kemudian diperberat menjadi 12 tahun penjara di tingkat banding di Van Justice te Semarang. Lima orang lainnya divonis 5 tahun dan diperberat menjadi 8 tahun dalam pengajuan banding.
Salah satu rekan Soekani adalah Kardiman Dogol, yang didakwa menebas tangan orang Belanda bernama De Boer, dengan arit. Vonis terhadap Soekani cs itu dimuat dalam koran De Locomotief yang terbit pada 28 April 1936.
Selain bekerja sebagai kusir, Soekaini menurut keterangan warga Tanggulaangin Genuk, dulunya adalah seorang yang dikenal jago silat.
Mbah Soekaini meninggal sekitar 1965 dan jenazahnya dimakamkan pemakaman Ibrahim Fatah di Jalan Woltermonginsidi, wilayah Kecamatan Genuk Semarang.
Menurut penuturan Mbah Juki, anak keempat dari Mbah Sukaini, ayahnya saat kejadian memimpin rombongan kusir. Para kusir biasanya membawa senjata tajam berupa pedang yang disimpan di belakang delman.
“Sampai di Kaligawe, Belanda menyerang. Yang depan bapak saya, dan dari Belanda ada yang tangannya putus. Karena kusir tidak mau membayar tarif terjadilah bentrokan itu. Para kusir Ditembaki oleh tentara Belanda,” ujar di kanal Youtube J Christiono, dikutip Rabu (17/8/2022).
Pada saat terjadi geger Kaligawe, Mbah Juki saat itu masih duduk di Sekolah Rakyat, sekarang setara SD.
Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, orang-orang masih banyak yang datang ke rumah Sukaini. Selama ini Sukaini juga melatih silat dan mengajar ngaji.
“Ada gemblengan, batu besar dibrukke. Mbah Soekaini jago silat, tidak tahu punya ilmu apa,” ucap Juki. (mg)
Editor : Maulana Salman