Sejarah, Ajaran dan Tradisi Suku Samin di Blora, Salah Satunya Pantang Bicara Bohong
![header img](https://img.inews.co.id/media/600/files/networks/2022/09/20/113e8_suku-samin.jpeg)
BLORA, iNewsSemarang.id – Di Jawa Tengah, tepatnya di pedalaman Kabupaten Blora, ada suku yang masih memegang adat dan tradisi. Namanya Suku Samin. Masyarakatnya memiliki ajaran untuk menjunjung tinggi kejujuran serta tidak bersikap sombong
Suku Samin memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi. Warga suku ini hidup berpencar di banyak desa yang tersebar di sekitar Kabupaten Blora dan kabupaten lain di sekitarnya. Seperti Kabupaten Grobogan, Bojonegoro, Rembang, Pati dan Kudus. Dalam satu desa, biasanya terdiri dari lima hingga enam kepala keluarga.
Suku Samin merupakan salah satu dari sekian banyak suku bangsa yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Di antaranya, ada suku yang tetap bertahan dengan nilai adat tradisinya dan ada juga suku yang mulai tergeser mengikuti zaman.
Kehidupan mereka tidak terpengaruh oleh hingar bingar dunia luar. Kanal YouTube Jejak Richard mengulas kehidupan suku Samin di Blora, yang masih mempertahankan ajaran-ajaran pendahulunya hingga saat ini.
Sejarah
Suku Samin berawal dari seorang penduduk desa bernama Ki Samin Surosentiko yang lahir di Desa Poso, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, pada 1859. Bagi masyarakat sekitar tempat tinggalnya, Ki Samin dikenal sebagai sosok mulia.
Bahkan ada yang menyebutnya sebagai intelektual desa. Samin juga pemimpin yang dihormati masyarakat setempat. Namun, tidak bagi pemerintah Belanda saat itu. Samin dianggap sebagai penjahat yang sering masuk keluar penjara karena tak patuh aturan penjajah.
Ajaran Samin
Makna ajaran ini bahwa Suku Samin mengutamakan perlawanan tanpa senjata dan kekerasan. Akar dari ajaran ini berawal dengan tindakan mereka untuk tidak membayar pajak serta tak mau menaati peraturan dari pemerintah kolonial Belanda sampai ke penjajahan Jepang. Mereka tak segan menentang penguasa yang sewenang-wenang. Pada zaman penjajahan, masyarakat Suku Samin menolak saat Belanda hendak mendirikan kebun jati. Tidak sampai di situ, hal ini berlanjut ketika Belanda sudah pergi dari Indonesia.
Masyarakat Samin menolak saat mereka hendak dikuasai protani milik pemerintah. Sikap ini seringkali dianggap menjengkelkan, bahkan terkadang masih dirasakan sampai saat ini.
Editor : Maulana Salman