JAKARTA, iNewsSemarang.id – Kisah sukses Aminoto, pria asal Kebumen Jawa Tengah, yang berjualan nasi padang di Jakarta sangat menginspirasi. Ia mengawali usahanya dengan membuka rumah makan (RM) Padang Karya Minang di daerah Serpong Garden, Tangerang pada 2014.
Berkat kerja keras, ulet, dan tak mudah menyerah, kini dia sudah memiliki 6 cabang dan mempekerjakan 70 karyawan, di kawasan Jakarta. Pertanyaan yang muncul, kenapa orang Jawa Tengah, bisa membuat menu nasi padang? ternyata Aminoto pernah bekerja di rumah makan padang.
Pengalaman itu yang membuatnya mahir dalam membuat masakan Padang dengan cita rasa pedas. Usaha kuliner yang digelutinya mampu berkembang dan membuatnya harus melibatkan adiknya, Budi Handoko. Adiknya ikut membantu kakaknya mengurus cabang rumah makan Padang lainnya.
Sebelumnya Budi Handoko memiliki pengalaman bekerja di rumah makan Padang. Lambat laun, kakak beradik itu kini sudah mempunyai enam cabang yang ada di wilayah Tangerang dan sekitarnya. Dari enam cabang tersebut keduanya telah mempekerjakan sebanyak 70 karyawan.
Adapun keberhasilan keenam cabang tersebut tak lepas dari adanya kemajuan teknologi. Dimana setiap orang kini tidak perlu pergi ke lokasi tujuan, namun hanya perlu menggunakan handphone untuk mendapatkan keinginannya.
Pada awal 2021, Amin mengembangkan sayap usahanya dengan memasukkan rumah makannya ke dalam platform e-commerce, ShoopeFood. Amin menilai, hadirnya layanan digital tersebut memberikan dampak baik bagi usahanya.
Hal itu terjadi lantaran adanya pandemi Covid-19 yang membuat masyarakat terbatasi aktivitasnya.
Dalam menjalankan usaha RM Karya Minang, kakak beradik itu selalu memprioritaskan kualitas dan cita rasa makanan yang yang disajikan. Menurut mereka, menjaga kualitas rasa adalah hal yang paling penting dalam menjalankan usaha kuliner.
Adapun mereka dalam menjalankan usaha RM Karya Minang tidak selalu mulus. Terlebih lagi kondisi belakangan ini harga kebutuhan pokok di Indonesia kian mengalami kenaikan harga.
Demi menjaga kualitas makanan yang ada di rumah makannya, mereka perlu jeli dalam perhitungan biaya produksi dan pendapatannya tentang bagaimana kualitasnya tetap sama tapi tidak menaikan harga.
Akhirnya, mereka menekan jumlah produksi dari menu-menu. (mg arif)
Editor : Maulana Salman