SEMARANG, iNewsSemarang.id - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) RI Prof. Edward Omar Sharif Hiareij memastikan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru saja diundangkan pada 2 Januari 2023 bersifat sangat demokratis.
Hal ini mengacu pada salah satu visi dan misi dibentuknya KUHP baru, yakni Demokratisasi Hukum Pidana.
"Bahwa tidak benar bila dikatakan bahwa KUHP ini bertentangan dengan demokrasi. Tidak benar kalau dikatakan bahwa KUHP baru ini mengekang kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi dan lain sebagainya," tegas Prof Eddy, sapaannya, saat memberikan keynote speak pada kegiatan Sosialisasi KUHP dengan tajuk "Kenduri KUHP Nasional" yang digelar di Gedung Prof Soedharto, Universitas Diponegoro (Undip), Kota Semarang, Selasa (24/1/2023).
Apa yang telah dirumuskan oleh para pembentuk dan perumus KUHP itu, sebut Prof. Eddy, merujuk pada berbagai putusan Mahkamah Konstitusi yang telah diuji materiil, baik terhadap pasal-pasal yang menyangkut penyerangan harkat martabat Presiden dan atau Wakil Presiden, juga pasal-pasal penyebar kebencian.
“Jadi apa yang dirumuskan di dalam KUHP ini sudah disesuaikan dengan isi putusan Mahkamah Konstitusi,” lanjutnya.
Pernyataan ini selaras dengan paparan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Prof Dr Mahfud MD, yang juga menyampaikan materi dalam kegiatan yang sama.
Singkatnya, Mahfud MD menegaskan KUHP baru tidak ciptakan untuk membatasi kebebasan berpendapat dan tidak membatasi kritikan terhadap pemerintah.
Menkopolhukam menjelaskan, ada dua alasan kuat menjawab "tudingan" anti-demokrasi tersebut.
Pertama, bahwa aturan terkait menyampaikan pendapat di muka umum atau kritik terhadap pemerintah telah diatur dalam KUHP yang lama. Artinya, bukan hal yang baru dan bukan hal khusus yang dimunculkan dalam KUHP baru.
“Dan sekali lagi, KHUP baru sama sekali tidak melarang adanya kebebasan berpendapat selama dilakukan secara baik dan sesuai ketentuan,” kata Mahfud MD.
Editor : Maulana Salman