Antara lain, yaitu Bergada Watang Ki Ageng Pandanaran, Bergada Pedang Temeng Surohadimenggolo, dan Bergada Badui Reksanegara, serta partisipasi seluruh ibu-ibu lurah se-Kota Semarang yang tergabung dalam pasukan Bergada Sorogeni Gandewo Suromenggolo sejumlah 40 orang.
Dalam pelaksanaan kirab budaya dugder tidak menggunakan kendaraan bermesin semuanya menggunakan transportasi tradisional dari Balaikota menuju Masjid Agung Semarang. Hal ini dimaksudkan selain untuk menjaga lingkungan, juga mengulang memori kolektif tradisi dugder yang pernah diselenggarkan pada masa Bupati Semarang di era Kanjeng Raden Mas Arya Adipati Purbaningrat, dengan menggunakan Kanjengan atribut Kadipaten Semarang pada 1881 M.
Prosesi Dugder tahun ini rencananya juga akan dihadiri oleh Wali Kota Solo dan Kepala Daerah di wilayah Kedungsepur. Di samping itu, juga akan dimeriahkan dengan pertunjukan Gatra Budaya Dugder, sebuah Drama Tari Dugder yang dikemas dengan durasi kurang lebih 10 menit berupa teatrikal yang menggambarkan bermacam-macam budaya yang ada di Kota Semarang.
Seperti diketahui, Kota Semarang terdiri dari berbagai etnis, yakni (Cina, Arab, dan Jawa) yang bisa hidup berdampingan di Kota Semarang. Kegiatan ini akan diikuti pasukan Prajurit bergada, sarageni, KNPI, Banser, Muhammadiyah, Remaja Masjid, DMI, Semawis, Sobokarti, Pesantren, Panji Nusantara, Permadani, Tosan Aji dan Ngesti Pandowo.
Editor : Maulana Salman