Setelah datang kemudian diberi ceramah agama, dan dikumpulkan di halaman masjid, gong baru ditabuh, dan masuknya mereka harus dengan melewati pintu gerbang, dengan karcis membaca syahadat. Namun ide itu ditolak oleh aliran Giri.
Aliran mengusulkan agar hari peresmian Masjid Agung Demak itu dimulai dengan jamaah salat Jumat bagi seluruh rakyat yang memeluk Islam dan ada kesempatan untuk meramaikan datang ke Demak. Menurut aliran Giri, tontonan wayang haram hukumnya.
Sebab karena wayang itu berbentuk manusia dan menurut keterangan agama Islam, semua gambar - gambar yang berbentuk makhluk hidup adalah haram hukumnya. Apalagi menyimpan, melihat dan menonton saja tidak diperbolehkan.
Jalan tengah pun diusulkan, kedua belah pihak harus dituruti. Dimana peresmian masjid diawali dengan salat Jumat berjamaah bagi seluruh umat islam yang sempat meramaikan. Setelah itu baru diadakan tontonan wayang di halaman masjid sebagai alat dakwah.
Namun aliran Giri tetap menolak usulan itu. Lantas Sunan Kalijaga mengusulkan kepada sidang para wali bahwa gambar wayang itu harus diubah sedemikian rupa, sehingga seperti wayang kulit yang kita lihat zaman sekarang ini.
Wayang kulit ini diubah oleh Sunan Kalijaga menjadi wayang kulit pada zaman Demak. Wayang beber menjadi istilah dari wayang kulit yang dicetuskan oleh Sunan Kalijaga pada tahun 1437.
Setelah semuanya disepakati, maka diresmikanlah Masjid Agung Demak itu dengan dimulai salat Jumat berjamaah. Kemudian setelah itu baru diadakan keramaian tontonan wayang kulit. Dimana Sunan Kalijaga-lah yang tampil sebagai dalangnya.
Editor : Ahmad Antoni