get app
inews
Aa Read Next : Hukum Tidur Seharian saat Puasa Ramadhan

Simak! Berikut Ini Tata Cara dan Niat Bayar Utang Puasa Ramadhan

Kamis, 18 April 2024 | 05:19 WIB
header img
Ilustrasi berbuka puasa Ramadhan. (foto: Freepik)

JAKARTA, iNewsSemarang.id - Tata cara dan niat qadha atau membayar utang puasa Ramadhan dijelaskan pada artikel di bawah ini. Qadha puasa dilakukan bagi orang yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan karena sakit atau safar (menjadi musafir), maka wajib meng-qadha sesuai jumlah hari yang dia tidak berpuasa. 

Terkait qadha atau membayar utang puasa Ramadhan sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ

"Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain." (QS Al Baqarah Ayat 185)

Dilansir Rumaysho.com, Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal M.Sc menjelaskan tata cara qadha puasa Ramadhan, yakni: 

1. Segera dilakukan 
Qadha puasa Ramadhan sebaiknya dilakukan dengan segera (tidak ditunda-tunda) berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ

"Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya." (QS Al Mu’minun: 61)

2. Tidak boleh dibatalkan
Qadha puasa tidak boleh dibatalkan kecuali jika ada udzur yang dibolehkan sebagaimana halnya puasa Ramadhan. 

3. Boleh tidak berturut-turut
Tidak wajib membayar qadha puasa Ramadhan secara berturut-turut, boleh saja secara terpisah. Sebab dalam ayat diperintahkan dengan perintah umum:

فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

"Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain." (QS Al Baqarah: 185)

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, "Tidak mengapa jika (dalam meng-qadha puasa) tidak berurutan." (Dikeluarkan oleh Bukhari secara mu’allaq –tanpa sanad– dan juga dikeluarkan oleh Abdur Rozaq dalam Mushonnaf-nya, 4:241,243, dengan sanad sahih) 

4. Wajib niat
Qadha puasa tetap wajib berniat pada malam hari (sebelum subuh) sebagaimana kewajiban dalam puasa Ramadhan. Puasa wajib harus ada niat di malam hari sebelum subuh, berbeda dengan puasa sunnah yang boleh berniat pada pagi hari. Adapun niat qadha puasa cukup diungkapkan dalam hati, tidak perlu dilafadzkan.

Dalam riwayat dari Hafshah Ummul Mukminin radhiyallahu ‘anha, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ

"Barang siapa yang tidak berniat di malam hari sebelum fajar, maka tidak ada puasa untuknya." (HR Abu Dawud nomor 2454, Tirmidzi: 730, An-Nasa'i: 2333, dan Ibnu Majah: 1700)

Para ulama berselisih apakah hadits ini marfu' (sampai pada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) ataukah mauquf (hanya sampai pada sahabat). Ulama yang menyatakan hadits ini marfu' adalah Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Al Baihaqi, An-Nawawi.

Sedangkan ulama yang menyatakan hadits ini mauqufadalah Al Imam Al Bukhari dan itu yang lebih sahih. (Lihat kitab Al-Minhah Al-‘Allam fii Syarh Al-Bulugh Al-Maram, 5:18-20)

Adapun puasa sunnah (seperti puasa Syawal) boleh berniat dari pagi hari hingga waktu zawal (matahari tergelincir ke barat). Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut:

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ قَالَتْ دَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ « هَلْ عِنْدَكُمْ شَىْءٌ ». فَقُلْنَا لاَ. قَالَ « فَإِنِّى إِذًا صَائِمٌ ». ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أُهْدِىَ لَنَا حَيْسٌ. فَقَالَ « أَرِينِيهِ فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا ». فَأَكَلَ

Imam Nawawi membawakan judul bab untuk hadits di atas, "Bolehnya berniat di siang hari sebelum zawal untuk puasa sunnah. Boleh pula membatalkan puasa sunnah tanpa ada uzur. Namun, yang lebih baik adalah menyempurnakannya."

Imam Nawawi juga berkata, "Menurut jumhur (mayoritas) ulama, puasa sunnah boleh berniat di siang hari sebelum waktu zawal." (Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 32–33)

5. Tidak ada kafarah
Ketika ada yang melakukan qadha puasa lalu berhubungan intim pada siang harinya, maka tidak ada kewajiban kafarah (denda/hukuman), yang ada hanyalah qadha disertai tobat. 

Kafarah berat yaitu memerdekakan seorang budak, jika tidak mampu berarti berpuasa dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu berarti memberi makan 60 orang miskin, pen). Kafarah hanya berlaku untuk puasa Ramadhan.
Wallahu a'lam bisshawab. 

Editor : Ahmad Antoni

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut